Berikut ini adalah contoh opini tentang budaya yang beberapa bulan lalu menjadi tranding topik diindonesia.
===========================================
“Ngangkang
Style” Ala Mahasiswa
Oleh
: Muhammad Irfan Redha
Apakah
anda rela jika melihat adik perempuan anda berboncengan dengan lelaki non
muhrimnya? Apakah anda rela jika anak wanita anda diboncengi oleh lelaki dengan
sangat mesra, mengalahkan kemesraan orang yang telah menikah? Coba Tanya pada
hati nurani anda masing-masing. Penulis meyakini tidak ada yang rela dengan hal
diatas. Kalau anda rela, maka masih perlu dipertanyakan. itu saudara anda atau
bukan? Umat islam di aceh saudara anda atau bukan? Umat islam yang berada di
lhoksemawe saudara anda atau bukan? Bukankah sesama umat islam itu bersaudara?
Namun apakah anda rela jika marwah kaum wanita tercoreng akibat kita tidak
menegur sanak saudara kita yang berboncengan mesra dengan orang yang bukan
muhrimnya.
Adanya
pro dan kontra dalam masalah keputusan amir (pemimpin) lhoksemawe pada kalangan
masyarakat itu menjadi hal yang biasa. Toh, setiap ada kebaikan, maka ada pula
yang akan memadamkannya. Namun perlu dipertanyakan lagi, seperti pertanyaan
diatas. Ini bukan masalah bisa atau tidaknya duduk ngangkang di belakang teman
lelakinya namun ini adalah suatu bentuk kepedulian amir lhoksmawe dalam
mencegah kemungkaran.
Bahkan
didalam hadis arba’in telah dijelaskan. “Dari Abu Sa'id Al Khudri radhiyallahu
anhu, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam
bersabda : “Barang siapa di antaramu melihat kemungkaran, hendaklah ia
merubahnya (mencegahnya) dengan tangannya (kekuasaannya) ; jika ia tak sanggup,
maka dengan lidahnya (menasihatinya) ; dan jika tak sanggup juga, maka dengan
hatinya (merasa tidak senang dan tidak setuju) , dan demikian itu adalah
selemah-lemah iman”. (Riwayat muslim)
Jika
kita telisik perkataan rasulullah SAW, hal yang dilakukan amir lhoksemawe
sudahlah pantas. Karena beliau memiliki kekuasaan. Namun alangkah sayangnya
jika kita menertawakan kebijakan wali kota tersebut. Itu sama saja kita
menginjak-injak harga diri kita. Kenapa? Sudah tahu kita masih sebagai rakyat
biasa, dan kita tidak mampu mencegah kemungkaran dengan kekuasaan malah kita
tidak mampu menasehati mereka dengan lisan. ini malah menertawakannya?
na'uzubillahiminzalik. dan malah yang paling buruk, kita tidak sanggup menolak
dengan hati. Apakah kita pantas disebut sebagai umat rasulullah? apakah kita
masih beriman?
Sekarang
Tanya lagi kepada hati nurani kita masing-masing. Apakah anda tertawa saat
kebijakan itu muncul? kalau kita tertawa
berarti anda... ? silahkan dijawab masing-masing.
Ketetapan
memakai rok di Kampus
Ini
merupakan satu solusi untuk tidak duduk “sembarangan” karena ditakutkan dapat
mengganggu kenyamanan hati manusia yang melihatnya. Saat ini baru sedikit
kampus yang mewajibkan para wanita untuk memakai rok. Kita ambil contoh, Pada
Universitas Syiah Kuala, Kampusnya Jantong Hate Rakyat Aceh, baru Di FKIP yang
masih patuh terhadap himbauan memakai rok bagi wanita. Alasannya calon guru itu
mesti sopan dan rapi. Selain itu di Fakultas kedokteran juga sudah mulai.
Tindakan dosen yang menyuruh pulang jika tidak memakai rok merupakan tindakan
yang patut di contoh. Namun bagi calon ekonom maupun Fakultas lain belum
diterapkan secara maksimal. Hal ini tampak dari keseharian kita jika melihat ke
fakultas-fakultas masih banyak mahasiswi yang memakai celana. Bahkan ada yang
nekat memakai celana ketat. Astaghfirullah. Jika alasannya susah dalam
beraktifitas saat memakai rok. Maka perlu kita tanyakan kepada adik-adik di sekolah.
Apakah mereka keberatan jika memakai rok? Atau bila perlu, Tanya kepada
mahasiswi Malikussaleh, apakah keberatan jika memakai rok. Atau kepada kampus
tetangga, IAIN.
Sebenarnya
tidak ada alasan lagi bagi wanita untuk tidak memakai rok dalam mengikuti
perkuliahan maupun dalam beraktifitas dalam kehidupan sehari-hari. Toh, rok
yang dipakai adalah rok yang tidak ketat. Yang disebut sebagai hijab.
Bagi
perempuan yang memakai celana jean kekampus, Mungkin Perlu Tanya lagi sama diri
masing-masing. “apakah saya pantas memakai jean ketat dikampus”. Mereka
mempertontonkan lekuk tubuhnya yang tidak ditutupi hijab. Dan wibawa perempuan
akan hilang karena itu. Inginnya kewajiban memakai rok di kampus menjadi
ketetapan di semua kampus, khususnya di Aceh. Bukanlah memakai hijab itu cukup
dengan memakai jilbab atau kerudung. Akan tetapi menutupi setiap lekuk
tubuhnya. Agar tidak memancing perlakuan negative dari kaum adam.
Ini
merupakan langkah konkrit agar tidak terjadi “salah duduk” bagi saudaraku yang
mahasiswi. Karena mengingat betapa banyaknya yang pro dan kontra terhadap isu
peraturan dilarang ngangkang yang dikeluarkan wali kota lhoksemawe ini. Kalau
dari pihak mahasiswi kampus sudah diterapkan untuk memakai rok, maka hal ini
akan meminimalisir adanya duduk ngangkang yang kita maksudkan.
“Tugas amar ma’ruf dan nahi mungkar tidak
hanya menjadi kewajiban para penguasa, tetapi tugas setiap muslim”. Nah, masih
bingung kalau anda hanya diam saja melihat teman kampus wanita anda dibonceng
oleh lelaki yang bukan muhrimnya. Apapun alasannya mari kita cegah semampu
kita. Bukan menertawai kebijakan pemerintah yang notabene masih saudara kita
seiman.
Sebagai
subtansial tulisan ini adalah, janganlah kita menertawakan ketetapan/peraturan
yang dikeluarkan oleh Pemimpin kita. Yang notabene nya dapat mendekatkan diri
kita kepada Tuhan. Sebagai para pemimpin jabatan, dimanapun ia berada, marilah sama-sama
menghimbau kepada bawahannya agar tidak lagi memakai celana ketat ke instansi
yang ia pimpin. Akhirnya, marilah sama-sama kita menepuk dada kita
masing-masing dan tanyakan kepadanya. “apakah saya rela jika saudara
perempuanku dibonceng oleh lelaki yang tidak saya kenal?”. Wallahu a’lam
bishshawab.
Biodata
Penulis: Muhammad Irfan Redha, seorang mahasiswa FKIP
UNSYIAH, sebagai duta aceh untuk “National Future Educators Conference 2012” di
Jakarta.
0 comments:
Post a Comment