sumber : google |
Indonesia memiliki potensi kekayaan alam yang kaya raya,
makanya tak aneh bila Indonesia dijuluki sebagai zamrud khatulistiwa. Potensi
kekayaan alam Indonesia antara lain, kekayaan hutan, perkebunan, kelautan, BBM,
emas dan barang-barang tambang lainnya.
Menurut data, Indonesia memiliki 60 ladang minyak
(basins), 38 di antaranya telah dieksplorasi, dengan cadangan sekitar 77 miliar
barel minyak dan 332 triliun kaki kubik (TCF) gas. Kapasitas produksinya hingga
tahun 2000 baru sekitar 0,48 miliar barrel minyak dan 2,26 triliun TCF. Ini
menunjukkan bahwa volume dan kapasitas BBM sebenarnya cukup besar dan
sangat mampu mencukupi kebutuhan rakyat di dalam negeri (Sumber Data ; Walhi)
Demikian besarnya potensi minyak Indonesia, yang
seyogianya bisa memakmurkan rakyat, namun kenyataan menunjukkan sebaliknya, di
mana kemiskinan dan penderitaan semakin mendera rakyat banyak. Inilah sebuah
ironi dan keadaan tragis bangsa kita. Yang paling ironi lagi adalah bahwa yang
paling diuntungkan dalam pengelolaan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya
alam tersebut adalah para perusahaan asing. Sementara masyarakat di wilayah
yang kaya minyak tetap miskin.
Proyek Exxon di Aceh dan Freeport di Papua, juga menjadi
contoh betapa rakyat sekitarnya masih berada dalam kemiskinan. Padahal kekayaan
tambangnya terus dikuras habis-habisan. Namun rakyat lebih banyak diam, karena
bingung tak tau harus berbuat apa. Meskipun mereka memiliki wakil di DPR, suara
mereka tak pernah terwakili. Malah DPR RI Komisi VII memuluskan kegiatan Hulu
dan hilir dalam pengelolaan MIGAS yang jelas-jelas hal itu menyalahi
Undang-undang yang berlaku di Indonesia.
Perlu diketahui, perusahaan asing yang mendominasi sumur
minyak Indonesia saat ini mencapai 71 perusahaan, sedangkan yang sudah mendapat
izin total 105 perusahaan (Sumber Departemen ESDM). Di Nangroe Aceh
Darussalam (NAD) terdapat 9 perusahaan; Riau ada 21 perusahaan; Sumatera
Selatan sebanyak 22 perusahaan; Babelan Bekasi-Jawa Barat dan Jawa Timur
sebanyak 13 perusahaan; Kalimantan Timur, 19 perusahan migas.
Berdasarkan data dari Walhi, saat ini penguasaan minyak
bumi Indonesia hampir 90 % dikuasai asing. Realita ini sangat kontras dengan
isi pasal 33 UUD 1945, yang berbunyi, “Bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat”. Pasal itu seolah telah diganti, bahwa
kekayaan alam yang ada di negeri Indonesia ini dipergunakan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran pemilik modal, investor asing, atau tengkulak yang sudah
keterlaluan mengkhianati rakyat. Pantas saja jika penentuan harga minyak bukan
kepala negara melainkan pihak asing.
Di tengah carut marut tersebut, investor asing menangguk
untung besar. Ekspor terus berjalan dan pengerukan SDA Indonesia tetap
berlangsung. Meski demikian mereka tidak bisa disalahkan, karena ekspansi
bisnis tersebut berjalan sesuai koridor. Bahkan pemerintah sendiri yang memberi
karpet merah bagi perusahaan migas dan tambang luar negeri untuk menggarap
kekayaan alam di Tanah Air. Seperti diberlakukannya pengelolaan penguasaan Hulu
minyak oleh pemerintah Indonesia. Namun kegiatan usaha hilir masih diberikan
kepada perusahaan asing dan disahkan pula oleh presiden dalam Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013.
Mari cermati isu yang kelak akan ditebar dan dimunculkan.
Kemungkinan besar tentang isu keterbatasan dana pemerintah, minimnya teknologi
explorasi, kurangnya tenaga ahli di Indonesia, dan sebagainya. Pertanyaan
timbul: bukankah UUD menyuratkan bahwa bumi, air dan segala isi yang terkandung
di dalamnya dikelola oleh negara dan digunakan sepenuhnya demi kemakmuran
rakyat (Indonesia)? Kenapa yang dimakmurkan justru kedua Negara? Perlu digaris
bawahi sekali lagi, bahwasanya UUD menyuratkan bahwa segala kekayaan yang
berada dibumi adalah untuk kemakmuran rakyat bukan para pemimpin saja yang
telah memuluskan para investor asing mengeruk kekayaan di nanggroe tercinta ini.
Isyarat Bung Karno di awal kemerdekaan dulu mutlak
disimak, bahwa berbagai tambang yang dimiliki bangsa Indonesia tidak usah
terburu dieksploitasi sampai bangsa Indonesia memiliki tenaga ahli yang cukup
untuk mengelolanya sendiri. Agaknya hal inilah yang diabaikan banyak elit dan
pengambil kebijakan di republik ini. Entah sampai kapan. Ketika masalah
pertambangan kian berkembang, ternyata bukan hanya soal tenaga ahli, namun yang
mutlak dicegah adalah monopoli kawasan tambang oleh segelintir perusahaan-perusahaan
asing difasilitasi oleh segelintir elit negeri. Inilah yang kini terjadi. Tidak
terkecuali di provinsi kita ini.
Harapannya ini tidak terjadi lagi di NAD ini, karena Pemerintah
Indonesia telah memberikan kepercayaan penuh terhadap daerah-daerah asal
sumberdaya alam untuk dikelola oleh daerah itu sendiri. Sama halnya di Aceh
ini, kita memiliki hak penuh atas pengelolaan sumberdaya alam ini. Inginnya
agar Pemerintah tegas dalam memberikan keputusan dan tidak plin-plan dalam
mengambil sesuatu kebijakan. Sebenarnya pemerintah punya tugas memberikan
edukasi tentang investor ini. Seperti yang telah saya sampaikan pada awal opini
tadi, bahwa pemerintah bisa dibilang fardhu kifayah untuk melakukan edukasi dan
perencanaan jangka panjang untuk mempersiapkan SDM yang mumpuni dibidang
penginvestor dan pengelolaan perusahaan minyak maupun pertambangan yang lain.
Pemerintah sebenarnya sudah punya angin segar, karena ada
LSM maupun OKP yang sejatinya membantu pemerintah dalam menjaga stabilitas
perekonomian di Aceh ini. Seperti KNPI yang dua minggu lalu baru saja melakukan
rancangan program kerjanya. Atas permasalahan riskan inilah yang menyebabkan
penulis juga menyumbangkan satu program kerja dalam mengatasi masalah investor
asing yang bagai benalu di nanggroe ini. Yaitu adanya kelompok investor pemuda
yang bertujuan memupuk semangat pemuda dalam melakukan investasi di lini-lini
yang dianggap perlu di perjuangkan. Sekaligus mengumpulkan modal secara bersama
bagi kalangan pemuda dan hasilnya dipergunakan untuk keperluan pemuda yang
berada di provinsi aceh ini.
Harapannya kepada pemerintah aceh perlu menindak lanjuti
amanat dari UUD nomor 33 yang telah dituliskan juga dalam Qanun pertambangan
yang telah beredar di Koran serambi rabu yang lalu. Dan sekaligus memberikan
dukungan kepada pemuda untuk selalu semangat dalam memperjuangkan kepentingan
rakyat menengah kebawah. Salah satunya adalah menggaet pemuda dalam
mengantarkan aceh kepada kejayaan yang dahulu pernah diraih.
Penulis : Muhammad irfan redha, mahasiswa sekaligus
pemuda asal Aceh Tenggara (kutacane).
0 comments:
Post a Comment