Article Update :

Layakkah Investor Asing Berkuasa?

Monday, November 18, 2013


sumber : google
Pemerintah perlu melakukan edukasi investor kepada masyarakat sejak dini, agar tidak adalagi masyarakat yang selalu menyalahkan jikalau pihak asing yang senantiasa menguasai perusahaan pertambangan dan sebagai penginvest tunggal di lahan pertambangan Nanggroe Aceh Darussalam ini. mengapa demikian?

Indonesia memiliki potensi kekayaan alam yang kaya raya, makanya tak aneh bila Indonesia dijuluki sebagai zamrud khatulistiwa. Potensi kekayaan alam Indonesia antara lain, kekayaan hutan, perkebunan, kelautan, BBM, emas dan barang-barang tambang lainnya.

Menurut data, Indonesia memiliki 60 ladang minyak (basins), 38 di antaranya telah dieksplorasi, dengan cadangan sekitar 77 miliar barel minyak dan 332 triliun kaki kubik (TCF) gas. Kapasitas produksinya hingga tahun 2000 baru sekitar 0,48 miliar barrel minyak dan 2,26 triliun TCF. Ini menunjukkan bahwa volume dan kapasitas BBM sebenarnya cukup besar dan  sangat mampu mencukupi kebutuhan rakyat di dalam negeri (Sumber Data ; Walhi)

Demikian besarnya potensi minyak Indonesia,  yang seyogianya bisa memakmurkan rakyat, namun kenyataan menunjukkan sebaliknya, di mana kemiskinan dan penderitaan semakin mendera rakyat banyak. Inilah sebuah ironi dan keadaan tragis bangsa kita. Yang paling ironi lagi adalah bahwa yang paling diuntungkan dalam pengelolaan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam tersebut adalah para perusahaan asing. Sementara masyarakat di wilayah yang kaya minyak tetap miskin.

Proyek Exxon di Aceh dan Freeport di Papua, juga menjadi contoh betapa rakyat sekitarnya masih berada dalam kemiskinan. Padahal kekayaan tambangnya terus dikuras habis-habisan. Namun rakyat lebih banyak diam, karena bingung tak tau harus berbuat apa. Meskipun mereka memiliki wakil di DPR, suara mereka tak pernah terwakili. Malah DPR RI Komisi VII memuluskan kegiatan Hulu dan hilir dalam pengelolaan MIGAS yang jelas-jelas hal itu menyalahi Undang-undang yang berlaku di Indonesia.

Perlu diketahui, perusahaan asing yang mendominasi sumur minyak Indonesia saat ini mencapai 71 perusahaan, sedangkan yang sudah mendapat izin total 105 perusahaan (Sumber Departemen ESDM). Di   Nangroe Aceh Darussalam (NAD) terdapat  9 perusahaan; Riau ada 21 perusahaan; Sumatera Selatan sebanyak 22 perusahaan;  Babelan Bekasi-Jawa Barat dan Jawa Timur sebanyak 13 perusahaan; Kalimantan Timur, 19 perusahan migas.

Berdasarkan data dari Walhi, saat ini penguasaan minyak bumi Indonesia hampir 90 % dikuasai asing. Realita ini sangat kontras dengan isi pasal 33 UUD 1945, yang berbunyi, “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat”. Pasal itu seolah telah diganti, bahwa kekayaan alam yang ada di negeri Indonesia ini dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran pemilik modal, investor asing,  atau tengkulak yang sudah keterlaluan mengkhianati rakyat. Pantas saja jika penentuan harga minyak bukan kepala negara melainkan pihak asing.

Di tengah carut marut tersebut, investor asing menangguk untung besar. Ekspor terus berjalan dan pengerukan SDA Indonesia tetap berlangsung. Meski demikian mereka tidak bisa disalahkan, karena ekspansi bisnis tersebut berjalan sesuai koridor. Bahkan pemerintah sendiri yang memberi karpet merah bagi perusahaan migas dan tambang luar negeri untuk menggarap kekayaan alam di Tanah Air. Seperti diberlakukannya pengelolaan penguasaan Hulu minyak oleh pemerintah Indonesia. Namun kegiatan usaha hilir masih diberikan kepada perusahaan asing dan disahkan pula oleh presiden dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013.

Mari cermati isu yang kelak akan ditebar dan dimunculkan. Kemungkinan besar tentang isu keterbatasan dana pemerintah, minimnya teknologi explorasi, kurangnya tenaga ahli di Indonesia, dan sebagainya. Pertanyaan timbul: bukankah UUD menyuratkan bahwa bumi, air dan segala isi yang terkandung di dalamnya dikelola oleh negara dan digunakan sepenuhnya demi kemakmuran rakyat (Indonesia)? Kenapa yang dimakmurkan justru kedua Negara? Perlu digaris bawahi sekali lagi, bahwasanya UUD menyuratkan bahwa segala kekayaan yang berada dibumi adalah untuk kemakmuran rakyat bukan para pemimpin saja yang telah memuluskan para investor asing mengeruk kekayaan di nanggroe tercinta ini.

Isyarat Bung Karno di awal kemerdekaan dulu mutlak disimak, bahwa berbagai tambang yang dimiliki bangsa Indonesia tidak usah terburu dieksploitasi sampai bangsa Indonesia memiliki tenaga ahli yang cukup untuk mengelolanya sendiri. Agaknya hal inilah yang diabaikan banyak elit dan pengambil kebijakan di republik ini. Entah sampai kapan. Ketika masalah pertambangan kian berkembang, ternyata bukan hanya soal tenaga ahli, namun yang mutlak dicegah adalah monopoli kawasan tambang oleh segelintir perusahaan-perusahaan asing difasilitasi oleh segelintir elit negeri. Inilah yang kini terjadi. Tidak terkecuali di provinsi kita ini.

Harapannya ini tidak terjadi lagi di NAD ini, karena Pemerintah Indonesia telah memberikan kepercayaan penuh terhadap daerah-daerah asal sumberdaya alam untuk dikelola oleh daerah itu sendiri. Sama halnya di Aceh ini, kita memiliki hak penuh atas pengelolaan sumberdaya alam ini. Inginnya agar Pemerintah tegas dalam memberikan keputusan dan tidak plin-plan dalam mengambil sesuatu kebijakan. Sebenarnya pemerintah punya tugas memberikan edukasi tentang investor ini. Seperti yang telah saya sampaikan pada awal opini tadi, bahwa pemerintah bisa dibilang fardhu kifayah untuk melakukan edukasi dan perencanaan jangka panjang untuk mempersiapkan SDM yang mumpuni dibidang penginvestor dan pengelolaan perusahaan minyak maupun pertambangan yang lain.

Pemerintah sebenarnya sudah punya angin segar, karena ada LSM maupun OKP yang sejatinya membantu pemerintah dalam menjaga stabilitas perekonomian di Aceh ini. Seperti KNPI yang dua minggu lalu baru saja melakukan rancangan program kerjanya. Atas permasalahan riskan inilah yang menyebabkan penulis juga menyumbangkan satu program kerja dalam mengatasi masalah investor asing yang bagai benalu di nanggroe ini. Yaitu adanya kelompok investor pemuda yang bertujuan memupuk semangat pemuda dalam melakukan investasi di lini-lini yang dianggap perlu di perjuangkan. Sekaligus mengumpulkan modal secara bersama bagi kalangan pemuda dan hasilnya dipergunakan untuk keperluan pemuda yang berada di provinsi aceh ini.

Harapannya kepada pemerintah aceh perlu menindak lanjuti amanat dari UUD nomor 33 yang telah dituliskan juga dalam Qanun pertambangan yang telah beredar di Koran serambi rabu yang lalu. Dan sekaligus memberikan dukungan kepada pemuda untuk selalu semangat dalam memperjuangkan kepentingan rakyat menengah kebawah. Salah satunya adalah menggaet pemuda dalam mengantarkan aceh kepada kejayaan yang dahulu pernah diraih.

Penulis : Muhammad irfan redha, mahasiswa sekaligus pemuda asal Aceh Tenggara (kutacane).
Share this Article on :

0 comments:

Post a Comment

 

© Copyright Muhammad Irfan Redha 2012 -2013 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by M.Irfan Redha | Powered by Blogger.com.