Article Update :

Membangun Perpustakaan Ramah Anak

Friday, December 7, 2012

Assalamu'alaikum, selamat beraktifitas saudaraku sekalian, senang rasanya bila ide-ide yang kita tuangkan dalam tulisan dapat dinikmati oleh khalayak ramai. seperti yang baru saja tanggal 1 Desember 2012 kemarin, tulisan Opini yang berjudul "Perpustakaan Ramah Anak" terbit pada koran lokal. berikut ini akan saya paparkan teks aslinya. 


Membangun Perpustakaan Ramah Anak
Oleh : Muhammad Irfan Redha

     Mutu pendidikan merupakan tolak ukur kita dalam menentukan kemajuan suatu Negara. Makin baik mutu pendidikannya maka makin baik pula segala aktifitas yang diluarnya. Karena setiap manusia tiak terlepas dari masa pendidikan. Hampir semua manusia mengecap bangku sekolahan, yang telah dicanangkan presiden untuk 12 tahun wajib sekolah.

     Namun lamanya duduk di bangku sekolah bukan suatu jaminan untuk memperbaiki keadaan bangsa jika kualitas gurunya belum  di maksimalkan. Mari belajar dari Negara tetangga kita, Malaysia. Mereka sengaja berguru ke Indonesia untuk memperbaiki kualitas guru mereka, namun sekarang marilah kita lihat bagaimana majunya Negara tetangga kita itu? Mari kita belajar lagi dari Negara sakura, Jepang. Saat Bom atom jatuh di Negara hirosima dan Nagasaki apa yang ditanya oleh sang kaisar, bukan jumlah pejabat, maupun jumlah harta yang masih bisa diselamatkan. Namun, berapa jumlah guru yang masih hidup. Pertanyaan yang konyol bisa kita katakan. Tetapi dengan kuantitas guru dengan kualitas yang ia miliki dapat kembali membangun Negara tersebut.

     Kini, marilah kita lihat keadaan daerah kita yang kita cintai ini. Kualitas guru yang berada di aceh berada diperingkat 28 dari 33 provinsi yang ada di Indonesia. Hal ini merupakan prestasi yang sangat buruk. Dengan kekayaan alam yang berlimpah dan kesuburan tanah yang maksimal jika tidak dikelola oleh orang yang mempunyai kapasitas ilmu yang memadai maka sumber kekayaan alam yang ada di aceh ini akan menjadi lahan bagi orang lain.

     Dalam hal ini tidak sepenuhnya kita menyalahkan guru, namun banyak faktor yang menyebabkan kualitas lulusan di aceh masih sangat rendah dibandingkan dengan daerah lain. Diantaranya adalah faktor minat baca pada masyarakat. Mari kita berkaca pada Negri kita, minat baca masyarakat di Indonesia masih tergolong rendah. Menurut Andy F. Noya, host acara Kick! Andy yang juga duta baca 2011, “Potensi bangsa Indonesia sangat tinggi secara kuantitas. Namun, fakta membuktikan bahwa kondisi minat baca di Indonesia berdasarkan temuan UNDP tahun 2010, Human Development Indeks, masih sangat rendah, berada di peringkat 112 dari 175 negara.”

     Apa yang menyebabkan minat membaca masyarakat Indonesia menurun selama berpuluh-puluh tahun? Bisa saja disebabkan oleh keadaan ekonomi yang belum memadai, system pendidikan yang berat namun tidak mengarah kepada kebiasaan membaca, dan yang sangat memprihatinkan adalah banyaknya tempat-tempat hiburan yang bisa mengalihkan perhatian orang untuk bermain dari pada membaca. Membaca dianggap suatu hal yang memberatkan, padahal membaca buku sama saja kita membuka jendela dunia.

     Menurut data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006, menunjukkan bahwa masyarakat lebih banyak tertarik dan memilih untuk menonton TV (85,9%) dan atau mendengarkan radio (40,3%) ketimbang membaca koran (23,5%).

Perpustakaan sebagai penunjang minat baca

     Terdapat 4 poin penting yang sumber permasalahan minat baca, yaitu sistem pendidikan, budaya masyarakat, ketersediaan buku, dan daya beli yang rendah. Keempat poin tersebut mengacu pada satu persoalan, yaitu perpustakaan. Dengan adanya perpustakaan, bagi masyarakat yang berekonomi rendah, tidak susah lagi untuk membeli buku dengan harga yang mahal, cukup dengan meminjam buku dari perpustakaan secara gratis mereka dapat membaca dengan nyaman. Jadi peran perpustakaan sangat bermanfaat sekali dalam menggerakkan siswa-siswi dan masyarakat untuk menciptakan masyarakat yang gemar membaca.

Perpustakaan yang ramah anak

     Dua kata kunci, perpustakaan dan anak-anak. Yang kita gabungkan menjadi perpustakaan yang ramah terhadap anak. Suatu investasi jangka panjang yang diciptakan untuk merubah masyarakat menjadi gemar membaca.

     Sebenarnya anak-anak dibangsa ini haus akan buku bacaan. Mereka sangat antusias dengan adanya perpustakaan keliling yang ada di daerah. Namun bagaimana dengan perpustakaan daerah maupun perpustakaan wilayah. Semua itu hanya ditujukan kepada pelayanan umum. Yang tidak sedikitpun menjadikan anak-anak sebagai prioritas utama. Kebiasaan anak-anak yang membaca dengan diucapkan secara langsung dijadikan sebagai pengganggu konsentrasi pengguna perpustakaan umum tersebut. Kita lihat saja perpustakaan wilayah yang berada di lamnyong, Banda Aceh. Jika kita perhatikan secara seksama, anak-anak yang membaca disana sangatlah sedikit, dikarenakan hanya mengganggu para pembaca yang lain. Padahal anak-anak sangat menginginkan membaca di tempat tersebut.

     Dunia anak sangat identik dengan dunia bermain. Maka perlu adanya perpustakaan yang ramah terhadap anak-anak. Agar aktifitas membaca mereka tidak terganggu. Kita bisa belajar dari perpustakaan yang ramah anak yaitu Perpustakaan Anak Salman (PAS) yang berada di kota kembang, Bandung. selain tersedianya buku anak-anak disana disediakan pula perlengkapan multimedia anak-anak. Dengan warna interior ruangan yang bernuansa cerah, dan berwarna-warni sehingga membuat anak-anak nyaman berada diruangan itu.

     Di Surabaya, tepatnya di Jalan Mayjen Sungkono , terdapat perpustakaan anak yang merupakan cabang dari Perpustakaan Wilayah Propinsi Jawa Timur, yang didirikan khusus untuk anak-anak. Fasilitas yang akan dibangun meliputi ruang koleksi, ruang baca, ruang bermain, ruang mendongeng, ruang audiovisual, ruang komputer, konter sirkulasi, lobby dan fasilitas pendukung lainnya. Konsep yang digunakan dalam perancangan adalah `taman bermain’.
Diaceh bagaimana?

     Di aceh belum kita jumpai perpustakaan yang berbasis anak-anak. Dimana nantinya perpustakaan itu khusus bagi pembaca anak-anak, agar terciptanya suasana yang tidak membosankan bagi mereka.

     Tindakan pemerintah daerah yang telah mengucurkan ratusan miliar untuk kemajuan pendidikan yang mencapai Rp 900 miliar hingga 1 triliun per-tahun merupakan dana yang tidaklah sedikit. Dana yang begitu banyak jika disisihkan untuk membangun perpustakaan anak pada setiap provinsi sangatlah tidak memberatkan pemerintah. Bisa saja pemerintah menambah ruangan untuk anak-anak pada perpustakaan yang berada di setiap daerah.

     Dengan adanya perpustakaan ramah anak diharapkan anak-anak Indonesia gemar mengunjungi perpustakaan dan menjadikannya sebagai tempat favorit mereka. Dari membaca mereka juga akan terbiasa berdiskusi dengan teman tentang hal-hal yang terkait bacaaan mereka. Dengan begitu, anak-anak akan merasa terbiasa dan nyaman dengan suasana perpustakaan.

     Tidak sekedar impian jika seluruh kenyamanan tersebut dapat dipenuhi, anak-anak akan lebih suka berkunjung ke perpustakaan daripada ke area permainan di Time Zone. Apalagi jika perpustakaan dijadikan sebagai jadwal kunjungan hari libur, sehingga anak-anak akan terbiasa melakukan studi literature. Menumbuhkan kebiasaan lebih mudah dilakukan sejak anak-anak. Kebiasaan untuk menjadikan buku sebagai gudang ilmu dan sumber informasi akan lebih mudah ditanamkan pada anak-anak sejak dini. Jika saat ini budaya anak-anak membaca dilakukan, maka 5-10 tahun lagi target Indonesia membaca akan tercapai.

     Jika anak-anak sudah gemar membaca, maka guru-guru yang berada disekolah tidak lagi berkutat pada materi pelajaran yang akan diajarkan. Namun akan lebih menekankan kepada pendidikan karakter setiap siswa. Sebagaimana yang telah diucapkan oleh bapak Soekarno saat berpidato pada tanggal 17 agustus 1966. “Sesungguhnya membangun suatu Negara, membangun ekonomi, membangun tekhnik, membangun pertahanan, adalah pertama-tama pada tahap utamanya adalah membangun jiwa bangsa atau character building.” Suatu petikan yang sangat bermakna. Ilmu itu memang penting tetapi yang terpenting ialah karakter yang dimiliki oleh setiap manusia itu. Dan sebenarnya karakter itulah yang digoreskan oleh setiap guru. Agar terciptanya rakyat indonesia yang makmur dan sentosa.

Biodata Penulis: Muhammad irfan redha, seorang mahasiswa FKIP UNSYIAH, sebagai duta aceh untuk “National Future Educators Conference 2012” di Jakarta.
Share this Article on :

1 comments:

aqli said...

mungkin ini proyek baru buat gubernur yang baru terpilih,

Post a Comment

 

© Copyright Muhammad Irfan Redha 2012 -2013 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by M.Irfan Redha | Powered by Blogger.com.