Article Update :

Suka duka mengenalMu

Tuesday, January 15, 2013



Aku seorang ibu rumah tangga mempunyai kenalan eh… berkenalan dengan seorang anak yang entah kenapa hatiku berkata “ada apakah dengan anak ini”. Namanya “bla-bla-bla”. Maaf, waktu itu aku merasa janggal mendengar namanya di kupingku, lama –lama terbiasa juga membaca atau menyebut namanya.

Kehadirannya, untuk aku jadikan dia sebagai guru mengaji anak-anakku. Aku berbicara dengannya. Sepertinya dia cocok untuk dijadikan guru, awalnya. Tapi selanjutnya…

Kisah sedih dan senang

Awalnya dia selalu bercerita apa saja denganku. Aku bahagia banget. Terlalu bahagia malah. Sampai akhirnya aku menjadikan dia sebagai anakku. Aku tidak bilang dia anak angkat atau sebagai anak apa, tapi dia adalah anak kandungku. Walaupun bukan aku yang melahirkannya. Aku begitu menyayanginya. Sampai keempat anak kandungku merasa aku kesampingkan. Aku sering bercerita didepan anak-anak ku tentang dia. Terutama didepan anak pertama dan keduaku, yaitu syifa dan laila .

Syifa…

Anakku yang satu ini dia selalu memperotes aku. Dia tidak pernah bisa terima kalau aku dekat dengannya. Syifa bilang “apalah umi ini, selalu bela dia, selalu memuji-muji dia dan selalu dan selaalluu.. “ banyak kata-kata yang dilontarkan anakku. Akupun tidak mengerti, mengapa aku begitu menyayanginya, begitu mengaguminya. Sampai-sampai apapun yang dikatakan anakku tidak mau kudengar dan kugubris.

laila…

Sebenarnya ila tidak membenci dia. ila bukan tidak suka padanya. Tapi ia hanya ikut-ikutan saja. Karena kakaknya tidak suka, diapun terpengaruh untuk tidak suka dengannya.
Yang buat aku merasa aneh, kalau ila sudah aku marahi gara-gara tidak suka dengan anakku itu ia berubah total. Besoknya ila udah mau ramah lagi dengannya. Aku dibuat bingung “apa-apaan ini, mau menyenangkan uminya atau dia memang udah mau baikan?”

Aku tulis namanya saja ya. tidak usah “dia”. Lebih enak rasanya “‘Aqli”. Nama yang indah dan enak untuk didengar, melihat tulisan nama itu saja mataku berbinar-binar. Begitu mungkin orang yang sudah keterlaluan dalam mengaguminya. “kagum” dan :sayang”, dua kata yang menurutku sama artinya. Terlalu kagum dan terlalu sayang. Gara-gara dua kata itu menghancurkan hati dan perasaanku.

Kisah menyedihkan

Petaka itu akhirnya datang juga. Aku tidak mengharapkannya tapi dia datang juga. Kalau ku kenang peristiwa itu, sakit rasanya dan aku selalu menangis. Menangis karena menyesalkan kenapa aku mengenal anak itu, kenapa aku dipertemukan dengan anak itu. Banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang selalu aku lontarkan setiap aku berdoa dan mengadu pada yang diatas.

Peristiwa yang paling menyedihkan yang membuat aku selalu menangis dan selalu teringat adalah ketika aku pualang malam hari jalan kaki. Bayangkan saja, pulang malam hari jalan kaki hanya ditemani oleh anakku laila. Sepanjang jalan aku menangis, air mataku mengalir deras. Aku berkata pada anakku laila. “kenapa dia buat umi seperti itu nak, kenapa, apa salah umi.. kenapa.. kenapa…” aku tak menemukan jawaban hanya air mata lah sebagai jawaban saat itu.

Sampai dirumah ternyata anakku syifa dan dua anakku yang lain masih menungguku. Mereka heran kenapa uminya jalan kaki. Tidak diantar oleh bang ‘Aqli. Aku mengajak anak-anakku masuk kedalam rumah.

Yang aku tidak habis fikir kenapa dia tidak melihatku dari jauh saja? Atau paling tidak memberi penerangan pakai lampu kereta walaupun dari jauh. Tapi.. dia langsung pulang, seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Aku sempat menelfonnya tapi entah apa jawabannya. Yang menurutku tidak masuk akal saja. Aku terdiam dan akhirnya kumatikan HP.

Tau tidak, disitu aku sudah mulai hancur, hatiku sudah tergores, tapi, hati seorang ibu cepat sekali luluh dan memaafkan. Aku hanya bisa mengelus dada dan berkata “sabar ya sayang” aku menghibur diriku sendiri.

Malamnya aku tidak bisa tidur mataku sembab karena menagis. Anak-anakku tidak seorangpun tahu kalau aku menangis.

Sebenarnya aku orangnya tidak susah-susah amat kalau mau dimengerti. Yang penting kalau aku sms dibalas, kalau tidak punya uang untuk beli pulsa dibilang. Tapi, sms aku sering tidak dibalasnya. Aku mengamuk, aku marah. Ggrrrr.

Aku bahagia sebenarnya kalau sms aku dibalas walaupun balasannya dengan gambar mulut tersenyum saja, hanya itu. Tapi dia tidak pernah mau mengerti akan hal itu. Gara-gara masalah sms aku pernah marah besar. Aku menangis sejadi-jadinya seperti anak kecil. Dia mendatangi aku dan mengatakan, “bu. ‘Aqli tidak tau kalau ada sms, ‘Aqli baru tau, ‘Aqli baru lihat dan ‘Aqli …”.

Aku merasa itu hanya alasan saja. Terus aku bilang, “ibu tidak percaya, peduli aja sama orang-orang, tidak usah peduli lagi sama ibu”

Hatiku sakit lagi, sakit sekali. Anak yang aku sayang dan aku kagumi menyakitiku lagi.

Ada lagi peristiwa yang menurut aku aneh tapi nyata. Nyata karena aku alami. Setiap pulang dari luar kota ada aja yang berubah dengan sikapnya. Tiba-tiba dia mengatakan tidak mau membalas sms aku kalau di sms malam-malam atau diatas jam 11 malam. Hah hatiku terkejut setengah mati. Apa salahnya dengan sms tengah malam. Suami ku aja tidak marah kok. Kenapa dia harus marah. Apakah merasa terganggu atau takut marah suamiku nantinya? Alasan yang dikemukakan nya tidak masuk akal. Malah aku berfikir lain, berfikir yang tidak-tidak tentang anakku itu.

Sejak saat itu, mulailah sms-sms aku tidak terbalaskan. Mulailah aku uring-uringan. Marah tidak nentu. Yang kena sasaran anak-anak kandungku, yang sering kena omel, anak kandungku juga.
Apa salahku ya …. anakku (‘Aqli) berubah total. Dia udah mulai berani marah-marah padaku. Dia sudah mulai menunjukkan sikap seolah-olah mulai menunjukkan sikap seolah-olah ingin menjauhi aku. Aku sedih. Sedih sekali. Padahal aku pernah diprotes kalau aku pernah tidak mempedulikannya. Seperti tidak dianggap lagi anak olehku. Apa maksud perkataan itu. Kalau memang aku tidak mempedulikannya, yang dia buat itu apa? Pertanyaan yang sering ter ngiang-ngiang dikepala setiap dia menyakitiku.

Kisah menyenangkan

Peristiwa menyenangkan ini yang paling aku suka. Kalau bisa setiap hari diisi dengan hal-hal yang indah, tentram dan damai. Kalau melihat mukanya dengan wajah yang berseri-seri terasa damai, bahagia rasanya. Rasanya aku tidak ingin pulang dari rumah orang tuaku. Ingin melihat wajahnya saja. Senyumannya, bisa merobek kantung baju ku (apa maksudnya ini). Kata-kata yang diucapkan aku tidak menyangka, sampai aku berkata dalam hati benarkah ini anakku?. Kalau lagi baik, subhanallah baiknya. Kalau giliran marah, subhanallah juga. Tidak bisa dibayangkan, aku malas membayangkannya. Lebih suka mengingat masa-masa yang indah. Masa-masa dia berbuat baik padaku.

Kami pernah melewati hari-hari yang begitu indah. Tidak ada kata-kata marah, tidak ada muka cemberut, tidak ada tangisan yang ada hanya canda dan tawa.

Aku bersamanya dan keempat anakku begitu akrabnya. Dia main sms-an bersama kedua putriku, syifa dan laila. Aku melihatnya dengan rasa bahagia. Senyum sumringah sendiri sambil membayangkan sesuatu dikepalaku. “seandainya kujadikan dia sebagai menantu bagaimana?” wah ide gila. Sudah buang saja keinginan itu. Keinginan yang belum tentu terwujudkan. Karena membayangkan betapa jauhnya hubungan anakku syifa dengan dirinya sekarang. Mereka sama-sama membangun benteng yang kokoh agar tidak saling berbicara. (entah mengapa)

Aku pernah menyatakan kangen padanya. Kufikir dia akan marah padaku. Ternyata dia malah menanggapinya dengan senang. Senangnya bukan kepalang. “kalau begitu setiap hari kan mantap, enak” ucapku dalam hati, (seperti makanan saja).

Dia juga pernah menawarkan diri untuk mengantarku pulang. Kata-kata yang diucapkan itu lho.. mau tau dia bilang apa? “ibu mau pulang? ‘Aqli antarin?” aku langsung bersorak kegirangan. Karena aku memang ingin sekali diantarin pulang. Selain kangen dengan boncengannya, kangen juga ingin dekat dengannya. Seperti pacaran saja. Bukan, dia bukan pacar aku. Dia anakku. Anak kesayangan aku. Anak yang selaluku sayang dan kukagumi. Walaupun dia pernah menyakitiku.

Ya Allah… kalau boleh aku meminta. Ingin hari-hariku dihiasi dengan penuh keceriaan. Tidak pernah lagi ada tangisan tidak pernah lagi ada sakit hati. Rasanya itu tidak mungkin karena mau tahu kenapa? anakku itu, dua hari baik dua hari mendadak marah, sifatnya yang aneh dan ntah mengapa aku suka mengenal orang yang mempunyai sifat lain daripada yang lain. Entahlah.

Itulah sekelumit perjalanan hidupku yang hampir menginjak usia kepala empat. Sedih, susah, senang dan bahagia. Apapun itu, terimakasih ya Allah. Aku telah dipertemukan dengan seorang anak yang begitu istimewa bernamalengkap “bla bla bla”

Wassalam
Kota Pelajar, 4 januari 2013
Share this Article on :

0 comments:

Post a Comment

 

© Copyright Muhammad Irfan Redha 2012 -2013 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by M.Irfan Redha | Powered by Blogger.com.