Aku
seorang ibu rumah tangga mempunyai kenalan eh… berkenalan dengan seorang anak
yang entah kenapa hatiku berkata “ada apakah dengan anak ini”. Namanya “bla-bla-bla”.
Maaf, waktu itu aku merasa janggal mendengar namanya di kupingku, lama –lama terbiasa
juga membaca atau menyebut namanya.
Kehadirannya,
untuk aku jadikan dia sebagai guru mengaji anak-anakku. Aku berbicara
dengannya. Sepertinya dia cocok untuk dijadikan guru, awalnya. Tapi
selanjutnya…
Kisah
sedih dan senang
Awalnya
dia selalu bercerita apa saja denganku. Aku bahagia banget. Terlalu bahagia
malah. Sampai akhirnya aku menjadikan dia sebagai anakku. Aku tidak bilang dia
anak angkat atau sebagai anak apa, tapi dia adalah anak kandungku. Walaupun
bukan aku yang melahirkannya. Aku begitu menyayanginya. Sampai keempat anak
kandungku merasa aku kesampingkan. Aku sering bercerita didepan anak-anak ku
tentang dia. Terutama didepan anak pertama dan keduaku, yaitu syifa dan laila .
Syifa…
Anakku
yang satu ini dia selalu memperotes aku. Dia tidak pernah bisa terima kalau aku
dekat dengannya. Syifa bilang “apalah umi ini, selalu bela dia, selalu
memuji-muji dia dan selalu dan selaalluu.. “ banyak kata-kata yang dilontarkan
anakku. Akupun tidak mengerti, mengapa aku begitu menyayanginya, begitu
mengaguminya. Sampai-sampai apapun yang dikatakan anakku tidak mau kudengar dan
kugubris.
laila…
Sebenarnya
ila tidak membenci dia. ila bukan tidak suka padanya. Tapi ia hanya ikut-ikutan
saja. Karena kakaknya tidak suka, diapun terpengaruh untuk tidak suka
dengannya.
Yang
buat aku merasa aneh, kalau ila sudah aku marahi gara-gara tidak suka dengan
anakku itu ia berubah total. Besoknya ila udah mau ramah lagi dengannya. Aku
dibuat bingung “apa-apaan ini, mau menyenangkan uminya atau dia memang udah mau
baikan?”
Aku
tulis namanya saja ya. tidak usah “dia”. Lebih enak rasanya “‘Aqli”. Nama yang
indah dan enak untuk didengar, melihat tulisan nama itu saja mataku
berbinar-binar. Begitu mungkin orang yang sudah keterlaluan dalam mengaguminya.
“kagum” dan :sayang”, dua kata yang menurutku sama artinya. Terlalu kagum dan
terlalu sayang. Gara-gara dua kata itu menghancurkan hati dan perasaanku.
Kisah
menyedihkan
Petaka
itu akhirnya datang juga. Aku tidak mengharapkannya tapi dia datang juga. Kalau
ku kenang peristiwa itu, sakit rasanya dan aku selalu menangis. Menangis karena
menyesalkan kenapa aku mengenal anak itu, kenapa aku dipertemukan dengan anak
itu. Banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang selalu aku lontarkan setiap aku
berdoa dan mengadu pada yang diatas.
Peristiwa
yang paling menyedihkan yang membuat aku selalu menangis dan selalu teringat adalah
ketika aku pualang malam hari jalan kaki. Bayangkan saja, pulang malam hari
jalan kaki hanya ditemani oleh anakku laila. Sepanjang jalan aku menangis, air
mataku mengalir deras. Aku berkata pada anakku laila. “kenapa dia buat umi
seperti itu nak, kenapa, apa salah umi.. kenapa.. kenapa…” aku tak menemukan
jawaban hanya air mata lah sebagai jawaban saat itu.
Sampai
dirumah ternyata anakku syifa dan dua anakku yang lain masih menungguku. Mereka
heran kenapa uminya jalan kaki. Tidak diantar oleh bang ‘Aqli. Aku mengajak
anak-anakku masuk kedalam rumah.
Yang
aku tidak habis fikir kenapa dia tidak melihatku dari jauh saja? Atau paling tidak
memberi penerangan pakai lampu kereta walaupun dari jauh. Tapi.. dia langsung
pulang, seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Aku sempat menelfonnya tapi entah
apa jawabannya. Yang menurutku tidak masuk akal saja. Aku terdiam dan akhirnya
kumatikan HP.
Tau
tidak, disitu aku sudah mulai hancur, hatiku sudah tergores, tapi, hati seorang
ibu cepat sekali luluh dan memaafkan. Aku hanya bisa mengelus dada dan berkata
“sabar ya sayang” aku menghibur diriku sendiri.
Malamnya
aku tidak bisa tidur mataku sembab karena menagis. Anak-anakku tidak seorangpun
tahu kalau aku menangis.
Sebenarnya
aku orangnya tidak susah-susah amat kalau mau dimengerti. Yang penting kalau
aku sms dibalas, kalau tidak punya uang untuk beli pulsa dibilang. Tapi, sms
aku sering tidak dibalasnya. Aku mengamuk, aku marah. Ggrrrr.
Aku
bahagia sebenarnya kalau sms aku dibalas walaupun balasannya dengan gambar
mulut tersenyum saja, hanya itu. Tapi dia tidak pernah mau mengerti akan hal itu.
Gara-gara masalah sms aku pernah marah besar. Aku menangis sejadi-jadinya
seperti anak kecil. Dia mendatangi aku dan mengatakan, “bu. ‘Aqli tidak tau
kalau ada sms, ‘Aqli baru tau, ‘Aqli baru lihat dan ‘Aqli …”.
Aku
merasa itu hanya alasan saja. Terus aku bilang, “ibu tidak percaya, peduli aja
sama orang-orang, tidak usah peduli lagi sama ibu”
Hatiku
sakit lagi, sakit sekali. Anak yang aku sayang dan aku kagumi menyakitiku lagi.
Ada
lagi peristiwa yang menurut aku aneh tapi nyata. Nyata karena aku alami. Setiap
pulang dari luar kota ada aja yang berubah dengan sikapnya. Tiba-tiba dia
mengatakan tidak mau membalas sms aku kalau di sms malam-malam atau diatas jam
11 malam. Hah hatiku terkejut setengah mati. Apa salahnya dengan sms tengah
malam. Suami ku aja tidak marah kok. Kenapa dia harus marah. Apakah merasa
terganggu atau takut marah suamiku nantinya? Alasan yang dikemukakan nya tidak
masuk akal. Malah aku berfikir lain, berfikir yang tidak-tidak tentang anakku
itu.
Sejak
saat itu, mulailah sms-sms aku tidak terbalaskan. Mulailah aku uring-uringan.
Marah tidak nentu. Yang kena sasaran anak-anak kandungku, yang sering kena
omel, anak kandungku juga.
Apa
salahku ya …. anakku (‘Aqli) berubah total. Dia udah mulai berani marah-marah
padaku. Dia sudah mulai menunjukkan sikap seolah-olah mulai menunjukkan sikap
seolah-olah ingin menjauhi aku. Aku sedih. Sedih sekali. Padahal aku pernah
diprotes kalau aku pernah tidak mempedulikannya. Seperti tidak dianggap lagi
anak olehku. Apa maksud perkataan itu. Kalau memang aku tidak mempedulikannya,
yang dia buat itu apa? Pertanyaan yang sering ter ngiang-ngiang dikepala setiap
dia menyakitiku.
Kisah
menyenangkan
Peristiwa
menyenangkan ini yang paling aku suka. Kalau bisa setiap hari diisi dengan
hal-hal yang indah, tentram dan damai. Kalau melihat mukanya dengan wajah yang
berseri-seri terasa damai, bahagia rasanya. Rasanya aku tidak ingin pulang dari
rumah orang tuaku. Ingin melihat wajahnya saja. Senyumannya, bisa merobek
kantung baju ku (apa maksudnya ini). Kata-kata yang diucapkan aku tidak
menyangka, sampai aku berkata dalam hati benarkah ini anakku?. Kalau lagi baik,
subhanallah baiknya. Kalau giliran marah, subhanallah juga. Tidak bisa
dibayangkan, aku malas membayangkannya. Lebih suka mengingat masa-masa yang
indah. Masa-masa dia berbuat baik padaku.
Kami
pernah melewati hari-hari yang begitu indah. Tidak ada kata-kata marah, tidak
ada muka cemberut, tidak ada tangisan yang ada hanya canda dan tawa.
Aku
bersamanya dan keempat anakku begitu akrabnya. Dia main sms-an bersama kedua putriku,
syifa dan laila. Aku melihatnya dengan rasa bahagia. Senyum sumringah sendiri
sambil membayangkan sesuatu dikepalaku. “seandainya kujadikan dia sebagai
menantu bagaimana?” wah ide gila. Sudah buang saja keinginan itu. Keinginan
yang belum tentu terwujudkan. Karena membayangkan betapa jauhnya hubungan
anakku syifa dengan dirinya sekarang. Mereka sama-sama membangun benteng yang
kokoh agar tidak saling berbicara. (entah mengapa)
Aku
pernah menyatakan kangen padanya. Kufikir dia akan marah padaku. Ternyata dia
malah menanggapinya dengan senang. Senangnya bukan kepalang. “kalau begitu
setiap hari kan mantap, enak” ucapku dalam hati, (seperti makanan saja).
Dia
juga pernah menawarkan diri untuk mengantarku pulang. Kata-kata yang diucapkan
itu lho.. mau tau dia bilang apa? “ibu mau pulang? ‘Aqli antarin?” aku langsung
bersorak kegirangan. Karena aku memang ingin sekali diantarin pulang. Selain
kangen dengan boncengannya, kangen juga ingin dekat dengannya. Seperti pacaran
saja. Bukan, dia bukan pacar aku. Dia anakku. Anak kesayangan aku. Anak yang
selaluku sayang dan kukagumi. Walaupun dia pernah menyakitiku.
Ya
Allah… kalau boleh aku meminta. Ingin hari-hariku dihiasi dengan penuh
keceriaan. Tidak pernah lagi ada tangisan tidak pernah lagi ada sakit hati. Rasanya
itu tidak mungkin karena mau tahu kenapa? anakku itu, dua hari baik dua hari
mendadak marah, sifatnya yang aneh dan ntah mengapa aku suka mengenal orang
yang mempunyai sifat lain daripada yang lain. Entahlah.
Itulah
sekelumit perjalanan hidupku yang hampir menginjak usia kepala empat. Sedih,
susah, senang dan bahagia. Apapun itu, terimakasih ya Allah. Aku telah
dipertemukan dengan seorang anak yang begitu istimewa bernamalengkap “bla bla bla”
Wassalam
Kota Pelajar, 4
januari 2013
0 comments:
Post a Comment