Article Update :

Percepatan Peminatan Akankah Menjadi Solusi yang Solutif Bagi Kemajuan Pendidikan Indonesia?

Friday, May 30, 2014


Pendidikan merupakan tonggak berdirinya sebuah bangsa yang besar, berdaulat, berharkat dan bermartabat. (Ki Hadjar Dewantara)

            Kurikulum merupakan program dan isi dari suatu sistem pendidikan yang berupaya melaksanakan proses akumulasi ilmu pengetahuan antargenerasi dalam suatu masyarakat.1 Indonesia sudah memiliki amanat yang tercantum dalam Undang-Undang (UU) Sisdiknas No.20 Tahun 2003 Bab X mengenai kurikulum pasal 36 ayat (1) yang berbunyi,”Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional,” ayat (2) berbunyi,”kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik,” ayat (3) berbunyi, “kurikulum disusun dengan jenjang pendidikan dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan peningkatan iman dan takwa, peningkatan akhlak mulia, peningkatan potensi, kecerdasan dan minat peserta didik, keragaman potensi daerah dan lingkungan, tuntutan pembangunan daerah dan nasional, tuntutan dunia kerja, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, agama, dinamika perkembangan global, dan persatuan nasional dan nilai-nilai keagamaan. Ketiga poin amanat tersebut sejatinya perlu untuk diimplementasikan kedalam setiap kebijakan pendidikan di Indonesia terutama yang berkaitan dengan pengembangan maupun perubahan kurikulum.2
            Pada tahun 2013 perubahan kurikulum kembali mewarnai dunia pendidikan di Indonesia karena dimulai dari Juni 2013 atau tepatnya pada saat awal tahun ajaran baru 2013/2014 seluruh sekolah di Indonesia dari berbagai jenjang harus sudah menggunakan kurikulum 2013. Apa itu kurikulum 2013 dan apa bedanya dengan kurikulum 2006 yang sudah diterapkan? Salah satu hal baru dalam kurikulum 2013 adalah adanya rencana dihapusnya penjurusan di SMA. Sebagai gantinya maka diterapkan sistem peminatan yang dimulai sejak para siswa-siswi duduk di kelas X. Dengan demikian para siswa bisa lebih dini mendalami bidang keilmuan yang diminatinya sebagai persiapan memasuki perguruan tinggi.3 Terdapat beberapa faktor yang menjadi dasar didalam proses peminatan diantaranya kompetensi siswa dalam bidang pelajaran tertentu mencakup matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Bahasa. Kompetensi tersebut akan dinilai dari nilai raport dan nilai yang diperoleh siswa dalam Ujian Nasional (UN).  Selain itu minat siswa juga akan dipertimbangkan dalam pemilihan kelas peminatan. Beberapa kelas peminatan yang tersedia diantaranya tetap ada IPA, IPS dan Bahasa.
             Selain kelas peminatan terdapat juga kelompok peminatan, dimana kelompok ini merupakan kombi­nasi antara penjurusan dan non penjurusan.  Kelompok peminatan dibentuk dengan tujuan untuk memberikan kelonggaran pada murid sehingga  para murid yang memilih kelompok peminatan IPA masih tetap bisa belajar mata pelajaran di luar kelompok peminatan IPA tersebut. Misalnya seorang siswa memilih kelompok peminatan IPA, ia masih bisa mengikuti pelajaran kelompok peminatan IPS dan bahasa. Konsekuensinya siswa yang memilih kelompok peminatan  akan menanggung mata pelajaran yang  lebih banyak dibandingakan dengan siswa yang hanya memilih kelas peminatan saja. Adanya kelas peminatan dan kelompok peminatan menjadi bidang IPA, IPS dan bahasa saja sebenarnya masih belum cukup mewadahi minat sebagian besar siswa lainnya. Pertanyaan yang kemudian akan mucul adalah bagaimana jika terdapat siswa yang minatnya lebih cenderung pada bidang seni?
            Berdasarkan studi kasus selama ini sebagian besar siswa yang memiliki bakat seni tinggi biasanya dimasukkan ke dalam jurusan IPS padahal di jurusan ini yang lebih banyak dipelajari adalah tentang sejarah, geografi, ekonomi, akuntasi dan sebagainya, sedangkan untuk bidang seni hanya sedikit saja yang terulas. Oleh karena itu ada baiknya jika sekolah dapat memberikan fasilitas berupa sistem pengajaran maupun bidang diluar pengajaran yang dapat mengeksplorasi dan memfasilitasi minat-minat tertentu darri siswa sehingga mampu meningkatkan kreativitas dari siswa itu sendiri.
            Pengembangan maupun perubahan kurikulum yang dicanangkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan perlu untuk melihat penerapan pada berbagai kurikulum yang diaplikasikan di negara lain maupun di beberapa sekolah di Indonesia yang mengacu pada kurikulum berbasis internasional.  Salah satunya adalah framework IB (international baccalaurate). Kurikulum IB merupakan sebuah  framework kurikulum internasional yang telah dikembangkan sejak tahun 1960-an yang saat ini telah digunakan oleh lebih dari 2000 sekolah di seluruh dunia. Kurikulum ini memiliki  perbedaan dengan kurikulum di Indonesia. Jenjang pendidikan di Indonesia dibagi menjadi tingkatan sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama  (SMP)  dan sekolah menengah atas (SMA), sedangkan dalam framework IB siswa dibagi menjadi 3 jenjang yaitu primary year program (PYP), Middle year program (MYP) dan Diploma program (DP).
            Pada jenjang PYP siswa mempelajari hampir seluruh subjek mata  pelajaran dasar, seperti belajar tentang sains, humanisme, seni, bahasa, matematika dan sejarah. Berlanjut dijenjang MYP siswa diajak mempelajari keseluruh topik dasar tadi dengan lebih mendetail. Seluruh siswa mulai dikenalkan kepada setiap subjek bahasan secara lebih terperinci. Sedangkan pada jenjang DP yaitu disaat usia siswa menginjak sekitar 16-17 tahun, para siswa akan diberikan kebebasan untuk memilih bidang kajian mayor dan bidang kajian minor.  Bidang kajian mayor merupakan bidang yang mencakup berbagai pelajaran seperti yang terdapat pada kelas peminatan. Sementara bidang minor merupakan wadah kebebasan bagi siswa untuk memilih bidang yang sesuai dengan bakat dan minatnya yang tidak terdapat pada bidang kajian mayor yang siswa sudah pilih. Penerapan framework IB bisa menjadi sebuah solusi untuk memberi ruang pada hampir setiap bakat dan minat yang dimiliki siswa. Hal ini semakin menekankan bahwa kompetensi yang dimiliki siswa tidak harus terpatok pada penilaian ditiga bidang dasar saja seperti yang terjadi di Indonesia dimana siswa sebagian besar hanya dinilai dari kemampuan dibidang matematika, bahasa dan sosial. Penilaian kompetensi berdasar pada 3 bidang tersebut kurang menitikberatkan pada kemampuan siswa dalam menyelesaikan persoalan (problem solving).
            Kurikulum 2013 dengan sistem peminatan perlu untuk dipertimbangkan lebih lanjut kesesuainyan dengan amanat UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003. Selain itu terdapat beberapa poin pertimbangan untuk sistem peminatan diantaranya (1) sistem peminatan yang sudah diatur sebaiknya tidak terfokus hanya pada peminatan berdasarkan mata pelajaran, sebab tantangan di dunia nyata tidak sesempit ruang lingkup mata pelajaran saja. (2) Metode penentuan peminatan perlu untuk dikaji secara lebih mendalam lagi. Sehingga peminatan siswa tidak sekedar dinilai dari raport dan hasil UN saja akan tetapi juga meliputi aspek aspek lainnya (yg berkaitan dg kondisi psikis serta potensi lainnya). (3) Untuk menambah wawasan tentang masa depan ada baiknya jika sekolah menyediakan kesempatan dan ruang bagi setiap siswanya untuk lebih berkreasi  dalam merancang masa depan terbaiknya.

sumber : hasil diskusi kelompok PenTing (pendidikan & parenting) dari FIM.

1 Yamin,Moh, Menggugat Pendidikan Indonesia,Yogyakarta:Ar-ruz Media,2009.
2 UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003, Bandung: Fokusmedia 2003.

Share this Article on :

0 comments:

Post a Comment

 

© Copyright Muhammad Irfan Redha 2012 -2013 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by M.Irfan Redha | Powered by Blogger.com.