Pendidikan
merupakan tonggak berdirinya sebuah bangsa yang besar, berdaulat, berharkat dan
bermartabat. (Ki
Hadjar Dewantara)
Kurikulum merupakan program dan isi
dari suatu sistem pendidikan yang berupaya melaksanakan proses akumulasi ilmu
pengetahuan antargenerasi dalam suatu masyarakat.1 Indonesia sudah
memiliki amanat yang tercantum dalam Undang-Undang (UU) Sisdiknas No.20 Tahun
2003 Bab X mengenai kurikulum pasal 36 ayat (1) yang berbunyi,”Pengembangan
kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional,” ayat (2) berbunyi,”kurikulum pada semua
jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai
dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik,” ayat (3) berbunyi,
“kurikulum disusun dengan jenjang pendidikan dalam Kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan memperhatikan peningkatan iman dan takwa, peningkatan
akhlak mulia, peningkatan potensi, kecerdasan dan minat peserta didik,
keragaman potensi daerah dan lingkungan, tuntutan pembangunan daerah dan
nasional, tuntutan dunia kerja, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni, agama, dinamika perkembangan global, dan persatuan nasional dan
nilai-nilai keagamaan. Ketiga poin amanat tersebut sejatinya perlu untuk
diimplementasikan kedalam setiap kebijakan pendidikan di Indonesia terutama yang
berkaitan dengan pengembangan maupun perubahan kurikulum.2
Pada tahun 2013 perubahan kurikulum
kembali mewarnai dunia pendidikan di Indonesia karena dimulai dari Juni 2013
atau tepatnya pada saat awal tahun ajaran baru 2013/2014 seluruh sekolah di Indonesia
dari berbagai jenjang harus sudah menggunakan kurikulum 2013. Apa itu kurikulum
2013 dan apa bedanya dengan kurikulum 2006 yang sudah diterapkan? Salah satu
hal baru dalam kurikulum 2013 adalah adanya rencana dihapusnya penjurusan di
SMA. Sebagai gantinya maka diterapkan sistem peminatan yang dimulai sejak para
siswa-siswi duduk di kelas X. Dengan demikian para siswa bisa lebih dini
mendalami bidang keilmuan yang diminatinya sebagai persiapan memasuki perguruan
tinggi.3 Terdapat beberapa faktor yang menjadi dasar didalam proses
peminatan diantaranya kompetensi siswa dalam bidang pelajaran tertentu mencakup
matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan
Bahasa. Kompetensi tersebut akan dinilai dari nilai raport dan nilai yang
diperoleh siswa dalam Ujian Nasional (UN). Selain itu minat siswa juga akan
dipertimbangkan dalam pemilihan kelas peminatan. Beberapa kelas peminatan yang
tersedia diantaranya tetap ada IPA, IPS dan Bahasa.
Selain kelas peminatan terdapat juga kelompok
peminatan, dimana kelompok ini merupakan kombinasi antara penjurusan dan non
penjurusan. Kelompok peminatan dibentuk
dengan tujuan untuk memberikan kelonggaran pada murid sehingga para murid yang memilih kelompok peminatan IPA
masih tetap bisa belajar mata pelajaran di luar kelompok peminatan IPA
tersebut. Misalnya seorang siswa memilih kelompok peminatan IPA, ia masih bisa
mengikuti pelajaran kelompok peminatan IPS dan bahasa. Konsekuensinya siswa yang
memilih kelompok peminatan akan
menanggung mata pelajaran yang lebih
banyak dibandingakan dengan siswa yang hanya memilih kelas peminatan saja.
Adanya kelas peminatan dan kelompok peminatan menjadi bidang IPA, IPS dan
bahasa saja sebenarnya masih belum cukup mewadahi minat sebagian besar siswa lainnya. Pertanyaan
yang kemudian akan mucul adalah bagaimana jika terdapat siswa yang minatnya
lebih cenderung pada bidang seni?
Berdasarkan studi kasus selama ini
sebagian besar siswa yang memiliki bakat seni tinggi biasanya dimasukkan ke
dalam jurusan IPS padahal di jurusan ini yang lebih banyak dipelajari adalah tentang
sejarah, geografi, ekonomi, akuntasi dan sebagainya, sedangkan untuk bidang
seni hanya sedikit saja yang terulas. Oleh karena itu ada baiknya jika sekolah
dapat memberikan fasilitas berupa sistem pengajaran maupun bidang diluar
pengajaran yang dapat mengeksplorasi dan memfasilitasi minat-minat tertentu
darri siswa sehingga mampu meningkatkan kreativitas dari siswa itu sendiri.
Pengembangan maupun perubahan
kurikulum yang dicanangkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan perlu
untuk melihat penerapan pada berbagai kurikulum yang diaplikasikan di negara
lain maupun di beberapa sekolah di Indonesia yang mengacu pada kurikulum
berbasis internasional. Salah satunya
adalah framework IB (international baccalaurate). Kurikulum
IB merupakan sebuah framework kurikulum
internasional yang telah dikembangkan sejak tahun 1960-an yang saat ini telah
digunakan oleh lebih dari 2000 sekolah di seluruh dunia. Kurikulum ini memiliki
perbedaan dengan kurikulum di Indonesia.
Jenjang pendidikan di Indonesia dibagi menjadi tingkatan sekolah dasar (SD),
sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA), sedangkan dalam
framework IB siswa dibagi menjadi 3
jenjang yaitu primary year program (PYP),
Middle year program (MYP) dan Diploma program (DP).
Pada jenjang PYP siswa mempelajari
hampir seluruh subjek mata pelajaran
dasar, seperti belajar tentang sains, humanisme, seni, bahasa, matematika dan
sejarah. Berlanjut dijenjang MYP siswa diajak mempelajari keseluruh topik dasar
tadi dengan lebih mendetail. Seluruh siswa mulai dikenalkan kepada setiap subjek
bahasan secara lebih terperinci. Sedangkan pada jenjang DP yaitu disaat
usia siswa menginjak sekitar 16-17 tahun, para siswa akan diberikan kebebasan
untuk memilih bidang kajian mayor dan bidang kajian minor. Bidang kajian mayor
merupakan bidang yang mencakup berbagai pelajaran seperti yang terdapat pada
kelas peminatan. Sementara bidang minor merupakan wadah kebebasan bagi siswa
untuk memilih bidang yang sesuai dengan bakat dan minatnya yang tidak terdapat
pada bidang kajian mayor yang siswa sudah pilih. Penerapan framework IB bisa menjadi sebuah solusi untuk memberi ruang pada
hampir setiap bakat dan minat yang dimiliki siswa. Hal ini semakin menekankan
bahwa kompetensi yang dimiliki siswa tidak harus terpatok pada penilaian ditiga
bidang dasar saja seperti yang terjadi di Indonesia dimana siswa sebagian besar
hanya dinilai dari kemampuan dibidang matematika, bahasa dan sosial. Penilaian
kompetensi berdasar pada 3 bidang tersebut kurang menitikberatkan pada
kemampuan siswa dalam menyelesaikan persoalan (problem solving).
Kurikulum 2013 dengan sistem
peminatan perlu untuk dipertimbangkan lebih lanjut kesesuainyan dengan amanat
UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003. Selain itu terdapat beberapa poin pertimbangan
untuk sistem peminatan diantaranya (1) sistem peminatan yang sudah diatur sebaiknya
tidak terfokus hanya pada peminatan berdasarkan mata pelajaran, sebab tantangan
di dunia nyata tidak sesempit ruang lingkup mata pelajaran saja. (2) Metode penentuan
peminatan perlu untuk dikaji secara lebih mendalam lagi. Sehingga peminatan
siswa tidak sekedar dinilai dari raport dan hasil UN saja akan tetapi juga
meliputi aspek aspek lainnya (yg berkaitan dg kondisi psikis serta potensi
lainnya). (3) Untuk menambah wawasan tentang masa depan ada baiknya jika sekolah
menyediakan kesempatan dan ruang bagi setiap siswanya untuk lebih berkreasi dalam merancang masa depan terbaiknya.
sumber : hasil diskusi kelompok PenTing (pendidikan & parenting) dari FIM.
1
Yamin,Moh, Menggugat Pendidikan
Indonesia,Yogyakarta:Ar-ruz Media,2009.
2 UU
Sisdiknas No.20 Tahun 2003, Bandung: Fokusmedia 2003.
0 comments:
Post a Comment