Senyuman Guru |
Sosok
pemimpin yang luar biasa pasti tidak akan luput dari jenjang pendidikan. Rakyat
menghormati seorang pemimpin bukan hanya karena statusnya saja, melainkan
ide-ide atau gagasan yang ia keluarkan demi kepentingan dan kemakmuran rakyat.
Ide atau gagasan tersebut sebenarnya terinspirasi dari sosok pahlawan tanpa
jasa yang ia dapatkan ketika masa jenjang pendidikan dahulu, yaitu guru.
Namun apa yang terjadi bagi generasi
kedepan jika seorang guru yang disebarkan kesekolah-sekolah tidak kompeten pada
bidang yang diajarkannya atau disisi lain guru tersebut hanya mengajar
pelajaran saja tanpa sedikitpun menyinggung tentang asal ilmunya , Sang
pencipta Tuhan Yang Maha Kuasa.
Dewasa ini pengertian guru sangat
banyak diartikan oleh para pakar pendidik, diantaranya menurut kamus besar Bahasa
Indonesia, Guru ialah orang yang pekerjaannya (mata pencariannya, profesinya)
mengajar (moeliono, 1988 : 288).
Sedangkan menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Guru adalah seorang
yang mempunyai gagasan yang harus diwujudkan untuk kepentingan anak didik,
sehingga menunjang hubungan sebaik-baiknya dengan anak didik, sehingga
menjunjung tinggi, mengembangkan dan menerapkan keutamaan yang menyangkut
agama, kebudayaan keilmuan (1985 : 65). Selain itu Definisi guru yang diatur
dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 (Pasal 1 ayat 1) tentang guru dan
dosen. “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Masih banyak lagi pengertian guru
menurut para ahli, berdasarkan sejumlah pengertian diatas dapatlah disimpulkan bahwa
seorang guru bukan hanya sekedar pemberi ilmu pengetahuan kepada murid-murid
didepan kelas, akan tetapi, seorang pendidik, dia seorang kuasa professional
yang dapat menjadikan murid-muridnya mampu, merencanakan , menganalisis dan
menyimpulkan masalah yang dihadapi.
I.
Permasalahan
Berbicara mengenai data, dunia
pendidikan Indonesia secara kuantitatif telah berkembang sangat cepat. Pada
tahun 1965 jumlah sekolah dasar (SD) sebanyak 53.233 dengan jumlah murid dan
Guru sebesar 11.577.943 dan 274.545 telah meningkat pesat menjadi 150.921 SD
dan 25.667.578 murid serta 1.158.004 guru pada tahun 1999. (Pusat Informatika, Balitbang Depdikbud.1999)
jadi dalam waktu sekitar 30 tahun jumlah SD naik sekitar 300 % dan data
tersebut baru dari tahun 1965 – 1999. Dan faktanya lagi 60 % guru di Indonesia
belum memenuhi standar kualifikasi yaitu sama halnya dengan 1.4 juta guru di
negri ini belum menggandeng gelar sarjana. Apa dampaknya terhadap kemajuan
pendidikan di tanah air ini. Lagi-lagi Kasubid Penghargaan dan Perlindungan Guru
Ditjen PMPTK “Dian Mahsunnah” berjanji agar pada tahun 2015 program sertifikasi
sudah rampung (jawa Pos, Sabtu 21 peb
2009).
Sedangkan dalam mewujudkan kualitas
pendidikan perlu adanya pendidik yang professional, dimana keprofesionalan
seorang dapat diketahui dari saat ia dapat merangsang potensi peserta didik dan
mengajarinya supaya belajar. Guru tidak membuat peserta didik menjadi pintar.
Guru hanya memberi peluang agar potensi itu ditemukan dan dikembangkan. Kejelian
itulah yang merupakan ciri kepribadian profesional.
Dewasa ini banyak kita dapati hal
kejangggalan yang terjadi di sekolah-sekolah. Dari perilaku murid yang sering
tawuran, murid yang menyerang gurunya, sampai guru yang melakukan tindakan
nonmoral terhadap muridnya. Dalam suatu survey 22 % dari para responden
mengatakan mereka pernah melihat seorang murid menyerang gurunya pada suatu
ketika, selama 12 bulan sebelumnya (Beinart.
Al, 2002) dan survey berikutnya dari oliver dan candappa (2003) mendapati
bahwa separuh dari anak-anak SD dan lebih dari seorang diantara empat orang
anak SD dalam sampel mereka, melaporkan bahwa mereka pernah dilecehkan dalam
semester sebelumnya (barter et, al. 2004)
Dari
fakta-fakta yang mencengangkan diatas sebenarnya apa yang menyebabkan semua itu
terjadi? Apakah kurikulum yang diterapkan sekarang menjadi permasalahan
utamanya? Jika ia apakah yang mesti kita lakukan? Membenahinya, sudah pasti.
Tapi dengan apa? Para pemerhati pendidikan saja pusing melihat kebijakan baru
yang sedang digodok oleh TIM kurikulum yang dibentuk oleh Kemendikbud pada
tanggal 2 oktober lalu. Karena ada pemisahan pelajaran pada setiap jenjang, SD,
SMP hingga SMA. Sepantasnya sebagai pemuda kita tidak boleh diam melihat
kurikulum yang ntah akan dibawa kemana. Kita mesti ikut berpartisipasi
dalam proses pergantian kurikulum kedepan. Untuk melahirkan generasi yang
berkarakter.
II.
Solusi
Perlu
kita ketahui bersama, bahwasanya guru itu bukan hanya mentransfer ilmu saja,
disamping itu yang terpenting ialah mendidik siswa-siswi agar mereka memiliki
kepribadian yang berkarakter sesuai apa yang dicita-citakan oleh sang guru.
Karena banyak sekarang tamatan SMP dan SMA tidak tahu apa yang akan mereka
lakukan selanjutnya. Semua itu terjadi akibat kurangnya dukungan orang tua
sebagai pendidik dirumah dan karena guru yang hanya memberikan ilmu bukan
memberi suatu kepribadian atau suri tauladan yang baik terhadap murid. Yang
kita takutkan guru segan memberikan teladan yang baik, karena ia sendiri belum
berprilaku baik terhadap orang lain. Adapun solusi lain :
a. Adanya
badan perlindungan guru
Kalau
kita perhatikan, Murid sekarang ini terlalu semena-mena terhadap gurunya
sendiri, sikap santun telah pudar di Era Globalisasi ini. Nah yang parahnya
lagi sebagian guru ada juga yang bersikap acuh tak acuh dengan tingkah murid
seperti itu. Mungkin dikarenakan takut dipidana akibat melakukan tindak kekerasan
terhadap murid, karena pemerintah pada tahun 2002 kemarin membuat UU tentang
perlindungan anak dan pada pasal 54 yang berbunyi sekolah merupakan zona bebas
terhadap kekerasan terhadap anak. Seperti kejadian bulan kemarin, seorang guru
dilaporkan ke kantor polisi akibat menampar anak muridnya (Harian Sindo, rabu
15 februari 2012), dan masih banyak lagi kasus-kasus yang lain.
Para
guru saat ini sulit untuk melakukan hukuman apa yang layak diberikan kepada
murid yang “bandel”. Bahkan puluhan guru dari berbagai daerah dipidanakan
karena kasus pendisiplinan terhadap murid. Sekarang bagaimana untuk
mendisiplinkan anak tersebut? Agar guru tidak selalu disalahkan pada kasus
pendisiplinan. Padahal sudah ada undang-undang yang menerangkan bahwasanya guru
wajib mendapat perlindungan dari pemerintah, seharusnya jika ada guru yang
bermasalah cukuplah organisasi profesi guru (PGRI) yang menyelesaikan kasus
tersebut. Tidak langsung dibawa ke kantor polisi. Malah pencitraan guru akan
tercemar dimata publik jika hal demikian dilakukan pihak kepolisian. Seperti
kata pepatah “karena nila setitik, rusak susu sebelanga” pepatah ini yang
sangat diwanti-wanti oleh setiap guru agar jangan pernah terjadi.
Solusi
yang terbaik yaitu persatuan guru republic Indonesia (PGRI) agar dapat
menyelesaikan setiap guru yang bermasalah. Jika PGRI tidak sanggup lagi
menangani kasus tersebut, maka selanjutnya diserahkan kepihak yang berwajib,
agar terciptanya peraturan yang sistematis. Sedangkan solusi terhadap masalah
kekerasan ada beberapa langkah penanganan yang dapat kita lakukan, yaitu 1.
Mengumpulkan pengetahuan sebanyak-banyaknya tentang kekerasan, 2. Menyelidiki
penyebab terjadinya kekerasan, 3. Mencari cara untuk mencegah dan 4.
Mengimplementasi intervensi dari berbagai pihak.
b. Revisi
kurikulum
Kurikulum
berbasis kompetensi merupakan cita-cita yang ketinggian. Logikanya dimana-mana
kalau ingin membangun rumah itu harus diawali dengan pondasi yang kokoh, baru
dibenahi dindingnya. Begitupula dengan kurikulum pendidikan saat ini.
Semestinya kurikulum kita dirubah menjadi berbasis karakter. Karena karakterlah
yang menentukan kekokohan setiap murid. Jika karakternya sudah terbentuk, maka
dimanapun, mereka akan siap di tempatkan. Atau dengan kata lain kompetensi
adalah tangga menuju kesuksesan. Namun karakterlah yang akan menentukan, apakah
tangga itu berdiri ditempat yang benar. Kompetensi tanpa karakter memang
membuat masalah. Jadi karakterlah yang menyelesaikannya.
Merevisi
kurikulum berarti memperbaiki jenis mata pelajaran yang akan diajarkan
disekolah. Salah satunya pelajaran yang telah hilang dari permukaan adalah budi
pekerti. Entah mengapa pelajaran itu di enyahkan. Padahal Indonesia saat ini memerlukan
pelajaran itu. Karena pelajaran budi pekerti banyak mengajarkan tentang prilaku
sang anak didik kepada orang lain. Sedangkan mata pelajaran agama tidaklah
cukup untuk memperbaiki kualitas karakter seseorang. Apalagi hanya dua jam
dalam satu minggu. Namun dari manakah sumber pendidikan karakter yang akan di
proleh oleh siswa? Tentunya dari setiap mata pelajaran. Baik itu sains maupun
pelajaran yang lain. Intinya setiap pelajaran yang di ajarkan kepada siswa,
harus diselipkan norma-norma yang mendongkrak karakter sang anak didik
tersebut.
c.
Panduan baku Rancangan Program Pembelajaran
(RPP) dan Silabus
Perubahan
kurikulum sama saja tidak akan merubah pola pendidikan yang ada. Jika
pemerintah tidak memberikan panduan baku dalam pengadaan RPP. Khususnya di
daerah yang terpencil. Mereka yang bersekolah didaerah terpencil sulit untuk
mengakses informasi yang beredar di provinsi. Apalagi sebagian besar usia guru
tidak lagi muda. Maka perlu adanya portal khusus yang dibuat oleh dinas
pendidikan untuk mengedarkan contoh RPP dan silabus yang baku pada Saat
kurikulum yang baru telah disahkan. Jika ada perombakan RPP yang dilakukan guru
dikarenakan menyesuaikan tingkatan maupun budaya didaerah tersebut, maka
perubahannya tidaklah jauh berbeda dari panduan yang telah di buat oleh
pemerintah. Karena didalam silabus terdapat indicator pencapaian yang sejatinya
ruh dari capaian yang dimaksudkan dalam mengajar.
Beruntung
bagi guru yang tinggal di Aceh, maupun daerah istimewa lainnya, karena memiliki
hak Otonomi khusus (Otsus) dalam menjalankan program pemerintah Pusat. Guru bisa
menyesuaikan kurikulum dari pusat untuk pendidikan di Aceh. Yang mana culture
aceh itu sendiri yang mengakibatkan perubahan itu.
Sebagai
akhirnya, sebenarnya guru adalah sang doktrin yang sangat memegang peran
penting, soal bangsa ini mau dibawa kemana itu tugas guru. Janganlah sekolah
dijadikan lembaga yang pertama sekali merusak karakter anak bangsa. Kita dapat melihat
bagaimana prajurit TNI pada masa pendidikan, mereka di doktrin habis-habisan,
sampai-sampai menghormati bendera saja mereka bisa menangis. Hingga mereka
mempunyai tekad mempertahankan keutuhan Negara sampai darah terakhir. Guru juga
dapat mempelajari cara mendoktrin sang murid agar mereka dapat sungguh-sungguh
belajar.
Akhirnya,
Tekad yang kuat untuk merubah bangsa ini menjadi bangsa yang tidak korup
kuncinya adalah pendidikan. Merubah masyarakat ini menjadi tidak miskin adalah
pendidikan. Dengan merubah kurikulum menjadi kurikulum berbasis karakter
diharapkan mampu menjawab permasalahan yang terjadi dibangsa ini. Sebab semua permasalahan
pendidikan bukan mentok salahnya guru. Jangan biarkan ada guru yang sampai
meneriakkan “jangan selalu menyalahkan kami”. Mudah-mudahan waktu ± 6 jam disekolah
bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mendidik, Karena setiap detik itu
sangat berarti demi kemajuan SDM masyarakat Aceh, Indonesia pada umumnya.
*guru
Biodata
Penulis: Muhammad irfan redha, seorang mahasiswa FKIP UNSYIAH, sebagai duta
aceh untuk “National Future Educators Conference 2012” di Jakarta.
2 comments:
good job deh, tapi kurang greget sedikit aja di solusinya gan... :)
sukses...
Post a Comment