Article Update :

Jangan Selalu Menyalahkan “kami”*

Wednesday, December 26, 2012


Senyuman Guru
Sosok pemimpin yang luar biasa pasti tidak akan luput dari jenjang pendidikan. Rakyat menghormati seorang pemimpin bukan hanya karena statusnya saja, melainkan ide-ide atau gagasan yang ia keluarkan demi kepentingan dan kemakmuran rakyat. Ide atau gagasan tersebut sebenarnya terinspirasi dari sosok pahlawan tanpa jasa yang ia dapatkan ketika masa jenjang pendidikan dahulu, yaitu guru.
            Namun apa yang terjadi bagi generasi kedepan jika seorang guru yang disebarkan kesekolah-sekolah tidak kompeten pada bidang yang diajarkannya atau disisi lain guru tersebut hanya mengajar pelajaran saja tanpa sedikitpun menyinggung tentang asal ilmunya , Sang pencipta Tuhan Yang Maha Kuasa.
            Dewasa ini pengertian guru sangat banyak diartikan oleh para pakar pendidik, diantaranya menurut kamus besar Bahasa Indonesia, Guru ialah orang yang pekerjaannya (mata pencariannya, profesinya) mengajar (moeliono, 1988 : 288). Sedangkan menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Guru adalah seorang yang mempunyai gagasan yang harus diwujudkan untuk kepentingan anak didik, sehingga menunjang hubungan sebaik-baiknya dengan anak didik, sehingga menjunjung tinggi, mengembangkan dan menerapkan keutamaan yang menyangkut agama, kebudayaan keilmuan (1985 : 65). Selain itu Definisi guru yang diatur dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 (Pasal 1 ayat 1) tentang guru dan dosen. “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
            Masih banyak lagi pengertian guru menurut para ahli, berdasarkan sejumlah pengertian diatas dapatlah disimpulkan bahwa seorang guru bukan hanya sekedar pemberi ilmu pengetahuan kepada murid-murid didepan kelas, akan tetapi, seorang pendidik, dia seorang kuasa professional yang dapat menjadikan murid-muridnya mampu, merencanakan , menganalisis dan menyimpulkan masalah yang dihadapi.
I.                   Permasalahan
            Berbicara mengenai data, dunia pendidikan Indonesia secara kuantitatif telah berkembang sangat cepat. Pada tahun 1965 jumlah sekolah dasar (SD) sebanyak 53.233 dengan jumlah murid dan Guru sebesar 11.577.943 dan 274.545 telah meningkat pesat menjadi 150.921 SD dan 25.667.578 murid serta 1.158.004 guru pada tahun 1999. (Pusat Informatika, Balitbang Depdikbud.1999) jadi dalam waktu sekitar 30 tahun jumlah SD naik sekitar 300 % dan data tersebut baru dari tahun 1965 – 1999. Dan faktanya lagi 60 % guru di Indonesia belum memenuhi standar kualifikasi yaitu sama halnya dengan 1.4 juta guru di negri ini belum menggandeng gelar sarjana. Apa dampaknya terhadap kemajuan pendidikan di tanah air ini. Lagi-lagi Kasubid Penghargaan dan Perlindungan Guru Ditjen PMPTK “Dian Mahsunnah” berjanji agar pada tahun 2015 program sertifikasi sudah rampung (jawa Pos, Sabtu 21 peb 2009).
            Sedangkan dalam mewujudkan kualitas pendidikan perlu adanya pendidik yang professional, dimana keprofesionalan seorang dapat diketahui dari saat ia dapat merangsang potensi peserta didik dan mengajarinya supaya belajar. Guru tidak membuat peserta didik menjadi pintar. Guru hanya memberi peluang agar potensi itu ditemukan dan dikembangkan. Kejelian itulah yang merupakan ciri kepribadian profesional.
            Dewasa ini banyak kita dapati hal kejangggalan yang terjadi di sekolah-sekolah. Dari perilaku murid yang sering tawuran, murid yang menyerang gurunya, sampai guru yang melakukan tindakan nonmoral terhadap muridnya. Dalam suatu survey 22 % dari para responden mengatakan mereka pernah melihat seorang murid menyerang gurunya pada suatu ketika, selama 12 bulan sebelumnya (Beinart. Al, 2002) dan survey berikutnya dari oliver dan candappa (2003) mendapati bahwa separuh dari anak-anak SD dan lebih dari seorang diantara empat orang anak SD dalam sampel mereka, melaporkan bahwa mereka pernah dilecehkan dalam semester sebelumnya (barter et, al. 2004)
Dari fakta-fakta yang mencengangkan diatas sebenarnya apa yang menyebabkan semua itu terjadi? Apakah kurikulum yang diterapkan sekarang menjadi permasalahan utamanya? Jika ia apakah yang mesti kita lakukan? Membenahinya, sudah pasti. Tapi dengan apa? Para pemerhati pendidikan saja pusing melihat kebijakan baru yang sedang digodok oleh TIM kurikulum yang dibentuk oleh Kemendikbud pada tanggal 2 oktober lalu. Karena ada pemisahan pelajaran pada setiap jenjang, SD, SMP hingga SMA. Sepantasnya sebagai pemuda kita tidak boleh diam melihat kurikulum yang ntah akan dibawa kemana. Kita mesti ikut berpartisipasi dalam proses pergantian kurikulum kedepan. Untuk melahirkan generasi yang berkarakter.
II.                Solusi
Perlu kita ketahui bersama, bahwasanya guru itu bukan hanya mentransfer ilmu saja, disamping itu yang terpenting ialah mendidik siswa-siswi agar mereka memiliki kepribadian yang berkarakter sesuai apa yang dicita-citakan oleh sang guru. Karena banyak sekarang tamatan SMP dan SMA tidak tahu apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Semua itu terjadi akibat kurangnya dukungan orang tua sebagai pendidik dirumah dan karena guru yang hanya memberikan ilmu bukan memberi suatu kepribadian atau suri tauladan yang baik terhadap murid. Yang kita takutkan guru segan memberikan teladan yang baik, karena ia sendiri belum berprilaku baik terhadap orang lain. Adapun solusi lain :
a.      Adanya badan perlindungan guru
Kalau kita perhatikan, Murid sekarang ini terlalu semena-mena terhadap gurunya sendiri, sikap santun telah pudar di Era Globalisasi ini. Nah yang parahnya lagi sebagian guru ada juga yang bersikap acuh tak acuh dengan tingkah murid seperti itu. Mungkin dikarenakan takut dipidana akibat melakukan tindak kekerasan terhadap murid, karena pemerintah pada tahun 2002 kemarin membuat UU tentang perlindungan anak dan pada pasal 54 yang berbunyi sekolah merupakan zona bebas terhadap kekerasan terhadap anak. Seperti kejadian bulan kemarin, seorang guru dilaporkan ke kantor polisi akibat menampar anak muridnya (Harian Sindo, rabu 15 februari 2012), dan masih banyak lagi kasus-kasus yang lain.
Para guru saat ini sulit untuk melakukan hukuman apa yang layak diberikan kepada murid yang “bandel”. Bahkan puluhan guru dari berbagai daerah dipidanakan karena kasus pendisiplinan terhadap murid. Sekarang bagaimana untuk mendisiplinkan anak tersebut? Agar guru tidak selalu disalahkan pada kasus pendisiplinan. Padahal sudah ada undang-undang yang menerangkan bahwasanya guru wajib mendapat perlindungan dari pemerintah, seharusnya jika ada guru yang bermasalah cukuplah organisasi profesi guru (PGRI) yang menyelesaikan kasus tersebut. Tidak langsung dibawa ke kantor polisi. Malah pencitraan guru akan tercemar dimata publik jika hal demikian dilakukan pihak kepolisian. Seperti kata pepatah “karena nila setitik, rusak susu sebelanga” pepatah ini yang sangat diwanti-wanti oleh setiap guru agar jangan pernah terjadi.
Solusi yang terbaik yaitu persatuan guru republic Indonesia (PGRI) agar dapat menyelesaikan setiap guru yang bermasalah. Jika PGRI tidak sanggup lagi menangani kasus tersebut, maka selanjutnya diserahkan kepihak yang berwajib, agar terciptanya peraturan yang sistematis. Sedangkan solusi terhadap masalah kekerasan ada beberapa langkah penanganan yang dapat kita lakukan, yaitu 1. Mengumpulkan pengetahuan sebanyak-banyaknya tentang kekerasan, 2. Menyelidiki penyebab terjadinya kekerasan, 3. Mencari cara untuk mencegah dan 4. Mengimplementasi intervensi dari berbagai pihak.
b.      Revisi kurikulum
Kurikulum berbasis kompetensi merupakan cita-cita yang ketinggian. Logikanya dimana-mana kalau ingin membangun rumah itu harus diawali dengan pondasi yang kokoh, baru dibenahi dindingnya. Begitupula dengan kurikulum pendidikan saat ini. Semestinya kurikulum kita dirubah menjadi berbasis karakter. Karena karakterlah yang menentukan kekokohan setiap murid. Jika karakternya sudah terbentuk, maka dimanapun, mereka akan siap di tempatkan. Atau dengan kata lain kompetensi adalah tangga menuju kesuksesan. Namun karakterlah yang akan menentukan, apakah tangga itu berdiri ditempat yang benar. Kompetensi tanpa karakter memang membuat masalah. Jadi karakterlah yang menyelesaikannya.
Merevisi kurikulum berarti memperbaiki jenis mata pelajaran yang akan diajarkan disekolah. Salah satunya pelajaran yang telah hilang dari permukaan adalah budi pekerti. Entah mengapa pelajaran itu di enyahkan. Padahal Indonesia saat ini memerlukan pelajaran itu. Karena pelajaran budi pekerti banyak mengajarkan tentang prilaku sang anak didik kepada orang lain. Sedangkan mata pelajaran agama tidaklah cukup untuk memperbaiki kualitas karakter seseorang. Apalagi hanya dua jam dalam satu minggu. Namun dari manakah sumber pendidikan karakter yang akan di proleh oleh siswa? Tentunya dari setiap mata pelajaran. Baik itu sains maupun pelajaran yang lain. Intinya setiap pelajaran yang di ajarkan kepada siswa, harus diselipkan norma-norma yang mendongkrak karakter sang anak didik tersebut.
c.       Panduan baku Rancangan Program Pembelajaran (RPP) dan Silabus
Perubahan kurikulum sama saja tidak akan merubah pola pendidikan yang ada. Jika pemerintah tidak memberikan panduan baku dalam pengadaan RPP. Khususnya di daerah yang terpencil. Mereka yang bersekolah didaerah terpencil sulit untuk mengakses informasi yang beredar di provinsi. Apalagi sebagian besar usia guru tidak lagi muda. Maka perlu adanya portal khusus yang dibuat oleh dinas pendidikan untuk mengedarkan contoh RPP dan silabus yang baku pada Saat kurikulum yang baru telah disahkan. Jika ada perombakan RPP yang dilakukan guru dikarenakan menyesuaikan tingkatan maupun budaya didaerah tersebut, maka perubahannya tidaklah jauh berbeda dari panduan yang telah di buat oleh pemerintah. Karena didalam silabus terdapat indicator pencapaian yang sejatinya ruh dari capaian yang dimaksudkan dalam mengajar.
Beruntung bagi guru yang tinggal di Aceh, maupun daerah istimewa lainnya, karena memiliki hak Otonomi khusus (Otsus) dalam menjalankan program pemerintah Pusat. Guru bisa menyesuaikan kurikulum dari pusat untuk pendidikan di Aceh. Yang mana culture aceh itu sendiri yang mengakibatkan perubahan itu.
Sebagai akhirnya, sebenarnya guru adalah sang doktrin yang sangat memegang peran penting, soal bangsa ini mau dibawa kemana itu tugas guru. Janganlah sekolah dijadikan lembaga yang pertama sekali merusak karakter anak bangsa. Kita dapat melihat bagaimana prajurit TNI pada masa pendidikan, mereka di doktrin habis-habisan, sampai-sampai menghormati bendera saja mereka bisa menangis. Hingga mereka mempunyai tekad mempertahankan keutuhan Negara sampai darah terakhir. Guru juga dapat mempelajari cara mendoktrin sang murid agar mereka dapat sungguh-sungguh belajar.
Akhirnya, Tekad yang kuat untuk merubah bangsa ini menjadi bangsa yang tidak korup kuncinya adalah pendidikan. Merubah masyarakat ini menjadi tidak miskin adalah pendidikan. Dengan merubah kurikulum menjadi kurikulum berbasis karakter diharapkan mampu menjawab permasalahan yang terjadi dibangsa ini. Sebab semua permasalahan pendidikan bukan mentok salahnya guru. Jangan biarkan ada guru yang sampai meneriakkan “jangan selalu menyalahkan kami”. Mudah-mudahan waktu ± 6 jam disekolah bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mendidik, Karena setiap detik itu sangat berarti demi kemajuan SDM masyarakat Aceh, Indonesia pada umumnya.
*guru


Biodata Penulis: Muhammad irfan redha, seorang mahasiswa FKIP UNSYIAH, sebagai duta aceh untuk “National Future Educators Conference 2012” di Jakarta.
Share this Article on :

2 comments:

Unknown said...

good job deh, tapi kurang greget sedikit aja di solusinya gan... :)

ALFIANDI, SH said...

sukses...

Post a Comment

 

© Copyright Muhammad Irfan Redha 2012 -2013 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by M.Irfan Redha | Powered by Blogger.com.