Article Update :

Krisis Minat Baca (opini terbit di Media massa 11 Mei)

Friday, May 17, 2013



KEBERADAAN Perpustakaan Wilayah (Puswil) di Banda Aceh tampaknya tidak begitu menarik perhatian kalangan pelajar sekolah. Jumlah pengunjung yang terdata tiap hari didominasi mahasiswa dan umum. Kepala Sub Bidang Pelayanan Publik Puswil Kota Banda Aceh, Yulizar, mengatakan pihaknya belum dapat menjelaskan terkait minimnya jumlah pengunjung dari kalangan pelajar (Serambi, 26/1/2013).

Sebenarnya banyak faktor mengapa para pelajar jarang mengunjungi perpustakaan, sebagaimana diungkapkan Kasubbid Pelayanan Publik Puswil Kota Banda Aceh itu. Satu di antaranya adalah terletak pada tata ruangan baca yang tidak nyaman dan bersahabat bagi para pelajar dan ketidaksadaran orang tua dalam pentingnya mengajak anak ke perpustakaan.

Kenyataan yang kita lihat adalah ruang tv disatukan dengan ruang baca. Tata ruang yang begini dapat membuyarkan konsentrasi anak dalam membaca. Itu baru di Kota Banda Aceh, yang lain bagaimana?

Hal ini, misalnya, seperti yang Penulis lihat langsung satu perpustakaan anak yang ada di Kota Banda Aceh, mayoritas anak yang datang justeru lebih suka menonton televisi (TV) yang ada di sana.

Sudah selayaknya ruangan baca anak-anak dibagi menjadi beberapa ruangan. Sejatinya “buku adalah jendela dunia” setiap orang pasti mengiakannya, akan tetapi adakah kita terlibat dalam masuk ke jendela dunia itu? Kenyataannya sekarang, masyarakat lebih suka menonton film dari pada sejenak membaca buku. Persis seperti yang ditakutkan oleh pustakawan muda Badan Arsip dan Perpustakaan Aceh, Nurul Keumala Hayati, sebagaimana diakuinya (aceh.tribunnews.com).

 Sangat jarang
Mari kita lihat di rumah-rumah, sangat jarang bahkan cuma ada satu-satu perpustakaan pribadi yang ada di rumahnya. Mari kita lihat saja rumah dosen, bisa-bisa ruangan tv lebih besar dari pada ruang yang lainnya. Sama dengan lebih memprioritaskan menonton tv dari pada membaca ataupun berkreasi. Itu baru di rumah tenaga pendidik, belum lagi pada rumah masyarakat yang sama sekali tidak bertugas sebagai pendidik. Padahal di dalam agama Islam, ayat yang pertama kali turun adalah iqra’ (bacalah).

Perpustakaan, menjadi kata kunci dalam pembahasan kita kali ini. Jika kita ditanya tentang perpustakaan, maka kita serentak menjawab sekolah. Karena hanya di sekolah yang ada perpustakaan. Karena kita telah mengecap pendidikan di sekolah, wajar saja kita tahu di mana itu perpustakaan. Bayangkan saja jika kita tidak sekolah, mungkin saja kita tidak akan tahu apa yang namanya perpustakaan.

Teringat pada film Hary Potter, setiap cuplikan filmnya akan sering kita jumpai background buku-buku yang sudah sangat tua, dan tersusun rapi. Sekejap kemudian akan habis berantakan setelah disihir oleh penjahat. Ini merupakan salah satu film yang menggambarkan akan pentingnya buku dalam keseharian. Sekaligus film ini juga mengajarkan kita tentang pentingnya perpustakaan.

Mengapa? Karena disetiap buku (pada film ini) ada mantra yang harus dipelajari oleh sang siswa agar menjadi penyihir yang hebat. Film ini secara tidak langsung mengajarkan kita akan pentingnya membaca dan mempelajari isi buku. Selain mendapatkan ilmu, kita juga secara tidak sadar telah membuka “jendela dunia” yang akan mengantarkan kita kepada kebahagiaan dunia maupun akhirat.

Lalu, mari kita belajar pula dari kerajaan Inggris, yang hampir di setiap kotanya terdapat perpustakaan umum. Isi pun sangat komplit, mulai dari buku orang dewasa, sampai bacaan anak-anak. Bahkan, ada pula ruangan khusus yang diperuntukkan bagi anak-anak dengan buka yang tertata rapi, di rak-rak buku yang bisa dijangkau anak-anak.

Dengan tata ruang yang cerah, di ruang baca anak itu juga disediakan meja menggambar, termasuk semua peralatan menggambar. Konon, ini dimaksudkan untuk menarik minat sang anak agar tetap betah berada di perpustakaan itu. Meski disediakan meja menggambar, suasana di ruangan itu tidak gaduh. Itu menandakan betapa sadarnya mereka akan ketertiban. Jika pun ada kegaduhan anak-anak, maka orang tua yang meredakan kegaduhan itu. Tidak ada sedikit pun campur tangan pihak pengawas perpustakaan itu.

Di perpustakaan-perpustakaan tersebut, kerap diselenggarakan kegiatan guna merangsang kebiasaan anak-anak untuk gemar membaca. Seperti dilakukan British Council bekerja sama dengan organisasi amal The Reading Agency pada 2012 kemarin. Mereka mengadakan kegiatan Summer Reading Challenge pada setiap perpustakaan yang ada di Inggris, yang diikuti para peserta dari primary school dan secondary school atau setara dengan sekolah dasar dan sekolah lanjutan di Indonesia.

Kegiatan tersebut sebenarnya bertujuan untuk menumbuhkan sekaligus memupuk kebiasaan anak agar gemar membaca baik saat sekolah maupun saat liburan. Maklum saja, liburan di Inggris berkisar antara tiga bulan. Jika tidak memaksimalkan dalam kegiatan ini, maka anak-anak akan jauh dari kebiasaan membaca. Biasanya kegiatan ini dimulai awal Agustus hingga September. Bagi anak yang tertarik dengan kegiatan ini harus mendaftarkan diri di perpustakaan.

Ada enam buku yang harus dibaca oleh anak-anak. Jenis bukunya terserah anak, yang mana yang mereka inginkan. Enam buku itu tidak sekaligus dibaca. Pada tahap awal diberikan dulu dua buku, setelah ia membaca semuanya maka diberikan dua buku lagi, dan seterusnya. Dan setelah anak berhasil membaca enam buku, maka sang anak akan diberikan hadiah dan sertifikat.

 Generasi gemar membaca
Di Aceh bagaimana? Bisakah itu kita terapkan di Aceh yang kita cintai ini? Tentu saja, dengan semangat orang tua yang memberi kesempatan kepada anak untuk membaca secara rutin. Lingkungan yang kondusif juga mengajarkan sang anak untuk gemar membaca. Tentu saja Aceh akan sangat bangga memiliki generasi yang gemar membaca dan peran orang tua sangat diperlukan untuk merealisasikan kegiatan ini.

Perlu kita berkaca lagi kepada tata ruang perpustakaan yang di Inggris. Peran pemerintah juga sangat dibutuhkan dalam memancing semangat baca anak. Bisa saja tiap bulannya mengadakan acara yang menarik minat anak seperti yang ada di Shoutampton, Inggris. Kegiatan ini hendaknya juga dipromosikan di sekolah-sekolah.

Selain itu, orang tua juga telah menuntut anak untuk mengikuti les-les tambahan yang berguna untuk pemantapan ilmunya. Sehingga waktu bermain anak akan tersita dan akan memaksimalkan bermainnya pada hari minggu. Jadi, Jika ruangan baca yang berada diperpustakaan sudah nyaman dan dicintai anak-anak, maka perpustakaan bisa menjadi pilihan nomor satu untuk tempat anak bermain dan belajar.

Akhirnya, apabila sejak kecil sudah ditanamkan kebiasaan membaca, maka setelah ia remaja, ia akan terbiasa membaca pula. Para guru di sekolah hendaknya tidak melulu mengajarkan pelajaran dasar yang sebenarnya tidak perlu lagi diajarkan oleh guru dalam pendidikan lanjutan maupun menengah. Guru akan lebih konsen terhadap pemantapan ilmu dan pemantapan karakter. Karena dengan manusia yang berkarakterlah nanggroe Aceh ini bisa dibangun menjadi daerah yang makmur dan sejahtera.

Oleh : Muhammad Irfan Redha, Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, dan sekarang aktif di PW Ikatan Pelajar Muhammadiyah Aceh. Email: mirfanredha@yahoo.com
Share this Article on :

0 comments:

Post a Comment

 

© Copyright Muhammad Irfan Redha 2012 -2013 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by M.Irfan Redha | Powered by Blogger.com.