Sebelum
matahari bersembunyi, kaki ini telah sampai di serambi Mesjid yang terletak di
jalan KH. Ahmad Dahlan, Banda Aceh. Perasaan hati yang bercampur antara was-was
dan kalut dengan ditunjuknya aku beserta dua teman yang lain untuk menunaikan
tugas organisasi yang sudah di depan mata. Perasaan was-was juga bukannya tidak
mempunyai alasan, disatu sisi aku harus menjaga kakek yang ada dirumah, sisi
yang lain aku harus membuka acara rapat perdana yayasan baru yang tengah
dibangun. Tapi semua itu hilang dan aku memilih untuk bersedia mengemban tugas
yang mulia ini karena dikabarkan cuma sehari saja.
Malam
itu kami pergi sekitar pukul 10 malam dalam cuaca yang bercampur aduk. Di pandu
oleh kanda Ikhwanul Fitri dan ayahanda Malik Musa. Namun sebelum menjemput
ayahannda, sekitar 15 menit lagi sebelum jam 10 kami bertiga diajak ngopi dulu
oleh kanda ikhwanul. Duduk-duduk yang aku taksir sekitar 10 menit itu sangat
bermanfaat. Banyak pelajaran yang dapat diambil. Diantaranya membicarakan
permasalahan kader yang semakin lama semakin menipis. Pembicaraan yang dibuka
dengan pertanyaan-pertanyaan yang pedas, hal itu mengundang motivasi untuk
menjawabnya. Tetapi setiap pertanyaan yang dijawab selalu saja disalahkan.
Padahal jawabannya beda redaksi saja. Tapi tidak mengapa semua itu sebagai
pemancing emosi kami. Salah satu pertanyaannya tentang sistem perekrutan yang
belum menyentuh perubahan zaman. Dan dari perbincangan itu muncullah satu
metode perekrutan yang aku anggap efektif dan jawaban itu hanya kusimpan pada
memori karena saat aku bertanya metode apa yang cocok digunakan pada masa ini
pasti jawabannya “Ko pikirkan aja sendiri” sebuah jawaban yang menusuk
menurutku dari seorang kanda ikhwan.
Setelah
masuk kemobil hendak menjemput ayahanda malik, timbul lagi suatu pertanyaan
yang mematikan.
“Kalian
tau kenapa dua wanita itu duduk didepan?” sambil mengarahkan pandangannya
kepada dua orang wanita yang tengah duduk di depan steleng warung itu. Aku yang
mempunyai jawaban memutuskan untuk diam saja dan berpura-pura untuk berfikir.
Dan benar, setiap jawaban teman semua disalahkan. “Itulah yang namanya sistem
marketing, mengapa kita tidak berhenti di warung sebelumnya atau yang disamping
warung itu. Padahal menunya sama saja” nyes, otak ini kembali cair dan jawaban
yang Ku simpan tadi ternyata salah juga. Dapat lagi pelajaran yang amat
berharga pikirku.
Selama
perjalanan dari banda aceh ketakengon kami mewanti-wanti untuk selalu sigap
memenuhi tangki dengan bensin. Karena permainan pemerintah terhadap isu kenaikan
BBM menyebabkan banyak galon minyak yang tutup dan lebih ingin menimbunnya
untuk sementara. Akhirnya masyarakat juga yang kena imbasnya, termasuk kami.
Dengan kemampuan kanda ikhwanul membaca keadaan akhirnya kami bisa sampai ke
Takengon dengan tubuh yang sedikit kaku karena cuaca yang dingin. Rasa kaku itu
kami rasakan saat menuruni mobil untuk melaksanakan sholat subuh di mesjid
simpang teritit, perbatasan Bener Meriah – takengon.
Ibarat
tamu istimewa kami dibawa ke sebuah motel untuk istirahat sampai pukul 10.00
karena pada pukul 10 siang nanti kami harus mengikuti rapat dengan panitia
lokal dilingkungan STKIP dan STIHMAT kebayakan. Walaupun di motel terdapat upuh
gudel (selimut tebal) rasa dingin masih saja merasuki tiap-tiap persendian
kami. Akhirnya kami memutuskan untuk mandi dulu karena menurut cerita orang tua
disana, untuk mengatasi perasaan dingin yang berlebihan obatnya mandi
pagi-pagi. Tersontak ada suara pekikan dari kamar mandi, aku dan helmi yang
sedang menunggu giliran mandi merasa kaget. Rupanya zul yang sedang mandi tidak
begitu tahan dengan dinginnya air pemandian itu (wajar saja dari simelu – hehe
becanda). Setelah semua mandi kami langsung menarik selimut dan istirahat
kembali. Dan mujarab seperti yang dipesankan oleh orang tua disana, bahwa mandi
pagi dapat menghilangkan rasa dingin yang berarti.
Bersambung…
0 comments:
Post a Comment