Article Update :

Menunaikan sebuah Amanah (Part 1)

Thursday, July 4, 2013



Sebelum matahari bersembunyi, kaki ini telah sampai di serambi Mesjid yang terletak di jalan KH. Ahmad Dahlan, Banda Aceh. Perasaan hati yang bercampur antara was-was dan kalut dengan ditunjuknya aku beserta dua teman yang lain untuk menunaikan tugas organisasi yang sudah di depan mata. Perasaan was-was juga bukannya tidak mempunyai alasan, disatu sisi aku harus menjaga kakek yang ada dirumah, sisi yang lain aku harus membuka acara rapat perdana yayasan baru yang tengah dibangun. Tapi semua itu hilang dan aku memilih untuk bersedia mengemban tugas yang mulia ini karena dikabarkan cuma sehari saja.

Malam itu kami pergi sekitar pukul 10 malam dalam cuaca yang bercampur aduk. Di pandu oleh kanda Ikhwanul Fitri dan ayahanda Malik Musa. Namun sebelum menjemput ayahannda, sekitar 15 menit lagi sebelum jam 10 kami bertiga diajak ngopi dulu oleh kanda ikhwanul. Duduk-duduk yang aku taksir sekitar 10 menit itu sangat bermanfaat. Banyak pelajaran yang dapat diambil. Diantaranya membicarakan permasalahan kader yang semakin lama semakin menipis. Pembicaraan yang dibuka dengan pertanyaan-pertanyaan yang pedas, hal itu mengundang motivasi untuk menjawabnya. Tetapi setiap pertanyaan yang dijawab selalu saja disalahkan. Padahal jawabannya beda redaksi saja. Tapi tidak mengapa semua itu sebagai pemancing emosi kami. Salah satu pertanyaannya tentang sistem perekrutan yang belum menyentuh perubahan zaman. Dan dari perbincangan itu muncullah satu metode perekrutan yang aku anggap efektif dan jawaban itu hanya kusimpan pada memori karena saat aku bertanya metode apa yang cocok digunakan pada masa ini pasti jawabannya “Ko pikirkan aja sendiri” sebuah jawaban yang menusuk menurutku dari seorang kanda ikhwan.

Setelah masuk kemobil hendak menjemput ayahanda malik, timbul lagi suatu pertanyaan yang mematikan.

“Kalian tau kenapa dua wanita itu duduk didepan?” sambil mengarahkan pandangannya kepada dua orang wanita yang tengah duduk di depan steleng warung itu. Aku yang mempunyai jawaban memutuskan untuk diam saja dan berpura-pura untuk berfikir. Dan benar, setiap jawaban teman semua disalahkan. “Itulah yang namanya sistem marketing, mengapa kita tidak berhenti di warung sebelumnya atau yang disamping warung itu. Padahal menunya sama saja” nyes, otak ini kembali cair dan jawaban yang Ku simpan tadi ternyata salah juga. Dapat lagi pelajaran yang amat berharga pikirku.

Selama perjalanan dari banda aceh ketakengon kami mewanti-wanti untuk selalu sigap memenuhi tangki dengan bensin. Karena permainan pemerintah terhadap isu kenaikan BBM menyebabkan banyak galon minyak yang tutup dan lebih ingin menimbunnya untuk sementara. Akhirnya masyarakat juga yang kena imbasnya, termasuk kami. Dengan kemampuan kanda ikhwanul membaca keadaan akhirnya kami bisa sampai ke Takengon dengan tubuh yang sedikit kaku karena cuaca yang dingin. Rasa kaku itu kami rasakan saat menuruni mobil untuk melaksanakan sholat subuh di mesjid simpang teritit, perbatasan Bener Meriah – takengon. 

Ibarat tamu istimewa kami dibawa ke sebuah motel untuk istirahat sampai pukul 10.00 karena pada pukul 10 siang nanti kami harus mengikuti rapat dengan panitia lokal dilingkungan STKIP dan STIHMAT kebayakan. Walaupun di motel terdapat upuh gudel (selimut tebal) rasa dingin masih saja merasuki tiap-tiap persendian kami. Akhirnya kami memutuskan untuk mandi dulu karena menurut cerita orang tua disana, untuk mengatasi perasaan dingin yang berlebihan obatnya mandi pagi-pagi. Tersontak ada suara pekikan dari kamar mandi, aku dan helmi yang sedang menunggu giliran mandi merasa kaget. Rupanya zul yang sedang mandi tidak begitu tahan dengan dinginnya air pemandian itu (wajar saja dari simelu – hehe becanda). Setelah semua mandi kami langsung menarik selimut dan istirahat kembali. Dan mujarab seperti yang dipesankan oleh orang tua disana, bahwa mandi pagi dapat menghilangkan rasa dingin yang berarti.

Bersambung…
Share this Article on :

0 comments:

Post a Comment

 

© Copyright Muhammad Irfan Redha 2012 -2013 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by M.Irfan Redha | Powered by Blogger.com.